Sunday, 14 February 2016

MENINGKATKAN PERAN ORANGTUA MEMBENTUK KELUARGA ISLAM BERIMAN SEBAGAI PILAR KETAHANAN UNTUK INDONESIA AMAN


Oleh: MUHAMMAD AKBAR, S.Pd.*)

Pendahuluan
Krisis moral, menurunnya rasa saling menghormati antar remaja dan anak-anak Indonesia dewasa ini sudah amat sangat meresahkan. Maraknya pergaulan bebas yang mengarah kepada tindakan pornografi dan pornoaksi, mode bergaya yang sudah lagi tidak sesuai tradisi Islami, penyalahgunaan narkoba, sampai pada aksi kriminal yang anarki  semakin membuat masa depan bangsa ini kian carut marut. Ditengah kepercayaan terhadap beberapa tingkah polah ulil amri yang tak seperti yang diimpikan dan semakin maraknya berbagai tontonan yang tak menuntun membuat pintu kehancuran bangsa ini semakin terbuka lebar. Beberapa masalah ini jika dibiarkan secara berlarut-larut tanpa penanganan yang baik dan tepat oleh tangan-tangan yang tepat akan mempercepat runtuhnya pertahanan negara dan akan membuat negara kian melemah serta tidak kondusif dikarenakan generasi harapan bangsa yang diharapkan mampu menjadi insan beriman, bertaqwa, amanah, dan selalu menjaga stabilitas negara hancur karena liarnya pergaulan yang mengarah pada disintegrasi nasional bangsa.
Nasib sebuah negara/bangsa sepuluh hingga dua puluh tahun ke depan dapat diketahui dengan melihat kondisi remajanya saat ini. Ibarat kata pepatah “apa yang ditanam hari ini akan dituai esok hari”. Jadi, jika kondisi remaja dan anak-anak bangsa saat ini mengalami degradasi moral dan lebih mengarah kepada hal-hal yang bersifat disintegratif, maka ke depan bangsa itu tidak akan berkembang secara baik, apakah itu perkembangan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, pembangunan sumberdaya manusia, maupun dalam bidang ketahanan nasional.
Untuk masalah ketahanan nasional misalnya, ia harus dimulai dari membangun ketahanan diri sendiri, keluarga, dan lingkungan, apakah itu lingkungan tempat tinggal, lingkungan masyarakat, lingkungan pendidikan, lingkungan kerja, dan berlanjut di lingkungan wilayah yang pada akhirnya akan bermuara pada satu titik, yakni ketahanan nasional (Kodim 0731, 2012). “Dimulai dari diri sendiri, keluarga, dan lingkungan”, ada hal yang sangat menarik dari pernyataan tersebut. Seseorang hidup sebagai individu yang tumbuh, lalu dewasa, dan tua meninggalkan rekam jejak yang akan dikenang dan atau ditiru serta diteruskan oleh orang lain yang melihatnya. Setiap manusia pasti menjadi tua dan akan menjadi orangtua bagi anaknya atau anak-anak orang lain di sekitarnya. Istilah “dari diri sendiri, keluarga, dan lingkungan” adalah sebuah frasa yang menunjukkan siklus hiup manusia secara biologis dan sosial, bagaimana dia tumbuh menjadi diri sendiri dan memiliki keluarga lalu berbaur dengan lingkungan sebagai bentuk sebuah tatanan integrasi berbangsa dan bernegara. Dimulai dari diri sendiri, bukan berarti seseorang dapat memulai membentuk jati dirinya menjadi baik atau jahat karena kemampuan “adaptasi tunggalnya”, melainkan dari proses hidupnya yang mencontoh orang yang lebih tua darinya. Setelah itu, seseorang akan tumbuh menjadi dewasa dan berkeluarga, tumbuh menjadi seorang tua yang juga nanti akan menjadi contoh bagi anak muda lainnya. Menjadi contoh di rumah dan di luar rumah (lingkungan).
Dalam kasus menciptakan ketahanan nasional harus dimulai dari unit terkecil dalam sistem masyarakat, yakni diri sendiri dan keluarga serta lingkungan. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Keluarga berfungsi sebagai “transmiter budaya atau mediator” sosial budaya bagi anak. Titik tolak terpenting dalam hal ini sebenarnya adalah orangtua. Bagaimana orangtua menjadi transmitter sikap yang baik kepada anak-anak yang sekarang telah kehilangan figur kebaikan di dalam dirinya, juga bagaimana orangtua mampu menjadi contoh tauladan yang baik bagi remaja yang dewasa ini mulai kehilangan arah hidup dan cenderung jauh dari nilai kehidupan yang berorientasi pada penciptaan iklim berbangsa yang kondusif dan memiliki ketahanan nasional yang kuat. Orangtua menjadi pilar utama untuk membentuk generasi muda yang mampu menjadi “diri sendiri”, orangtua juga pilar dari terbentuknya anak-anak bangsa yang memiliki kepekaan terhadap lingkungan kehidupannya terutama dalam hal menciptakan sistem ketahanan negara yang unggul.
Keluarga: Tiang Ketahanan Nasional
Keluarga merupakan kelompok terkecil dalam sebuah tatanan masyarakat. Oleh karena masyarakat adalah himpunan dari beberapa keluarga maka baik buruknya sebuah masyarakat sangat bergantung kepada baik buruknya keluarga. Keluarga yang baik adalah awal dari masyarakat yang sejahtera. Sebaliknya, keluarga yang amburadul adalah pertanda hancurnya sebuah masyarakat. Individu-individu yang baik akan membentuk keluarga yang harmonis. Keluarga-keluarga yang harmonis akan mewujudkan masyarakat yang aman dan damai. Selanjutnya masyarakat-masyarakat yang damai akan mengantarkan kepada negara yang kokoh dan sejahtera. Maka, jika ingin mewujudkan negara yang kokoh dan sejahtera bangunlah masyarakat yang damai. Dan jika ingin menciptakan masyarakat yang damai binalah keluarga-keluarga yang baik dan harmonis.
Mengingat begitu pentingnya peranan keluarga dalam menciptakan masyarakat yang baik dan sejahtera maka Islam memberikan perhatian yang sangat besar pada pembinaan keluarga. Karena seperti disinggung di atas- seandainya instrumen terpenting dalam masyarakat ini tidak dibina dengan baik dan benar, adalah mustahil mengharapkan terwujudnya sebuah tatanan masyarakat idaman. Membentuk keluarga yang terlindungi dari segala bentuk kejahatan dan azab untuk bekal menciptakan tatanan masyarakat yang baik telah jauh hari di perintahkan oleh Alloh azza wajalla dalam Al-Qur’an, yakni:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
 Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. At-Tahrim: 6).
Menjaga diri dan keluarga dari api neraka adalah bentuk dari ketaatan pada Allah dan menjauhi segala keburukan yang dilarang-Nya. Menjauhi larangan yang bersifat buruk, buruk dalam segala hal, baik keburukan pada diri sendiri, keluarga, maupun lingkungan yang bisa menjalar pada tatanan yang lebih tinggi. “Peliharalah dirimu dan keluargamu” adalah pesan kepada orangtua yang memiliki tanggung jawab untuk menjaga diri dan keluarganya. Efek samping dari kewajiban ini adalah akan terciptanya keluarga beriman yang harmonis dan dekat dengan nilai-nilai keislaman yang konstruktif positif terhadap pembangunan bangsa. Apa yang dapat dilakukan orangtua? Pastinya memberikan pendidikan dalam bentuk tauladan, menjadi contoh baik kepada anak-anaknya. Menurut UU No.02 tahun 1989 Bab IV Pasal 10 Ayat 4 : “ Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan”. Dengan berjalannya fungsi vital orangtua sebagai pilar pendidikan keluarga, maka akan memproduksi generasi-generasi Islami yang mampu menjaga bangsa Indonesia dalam nilai kebaikan yang tetap terintegrasi.
Konsep Ketahanan Nasional (Tannas) dikembangkan pada awal tahun1960- an dan secara lebih intensif dikembangkan seiring dengan upaya bangsa melaksanakan program pembangunan nasional sejak awal orde baru. Konsep Tannas ini merupakan rangkaian mengembangkan dan meningkatkan upaya bangsa Indonesia untuk menjamin kelangsungan hidup negara Kesatuan Republik Indonesia, menghadapi ancaman baik yang dilakukan oleh Belanda maupun ancaman-ancaman yang berwujud pemberontakan-pemberontakan serta gangguan ancaman lainnya. Ketahanan Nasional merupakan kondisi dinamis suatu bangsa berisi keuletan dan ketangguhan nasional di dalam menghadapi dan mengatasi segalatan tangan dan ancaman, hambatan serta gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan nasional (Martasuta, 2013).
Konsep inti dari ketahanan nasional yang menginginkan perdamaian dan kedamaian bangsa ini adalah kemampuan untuk menghalau hambatan, tantangan, dan gangguan yang datang dari luar maupun dalam negeri. Bak imunisasi yang diberikan kepada seorang balita, negeri ini juga perlu melakukan “imunisasi” dalam bentuk imunitas generasi dalam negeri yang berintegrasi. Keberadaan generasi internal yang kuat dengan keimanan yang kuat akan mengokohkan integrasi nasonal bangsa ini menuju bangsa dengan sistem kekuatan ketahanan nasional yang mumpuni. Dan ketahanan nasional sejatinya dimulai dari membentuk ketahanan keluarga, sebab keluarga adalah tiang ketahanan nasional, keluarga yang kuat akan membentuk tatanan masyarakat yang kuat pula, dan masyarakat yang kuat akan menghasilkan bangsa yang kuat.
Meningkatkan Peran Orangtua Membentuk Keluarga Islam Beriman
Penentu kualitas manusia dalam sebuah bangsa bertumpu pada dua faktor. Pertama faktor hereditas atau faktor keturunan. Sejatinya, kita anak bangsa yang hidup di era sekarang, merupakan manusia-manusia Indonesia berbahan baku kualitas nomor satu. Lahir dari rahim generasi 1945, cucu dari generasi 1928, dan cicit dari generasi 1912, luar biasa. Tapi mengapa karakter anak bangsa ini tidak sehebat moyangnya? Perilaku kekerasan, vandalisme, korupsi, dan berbagai perilaku tidak jujur lainnya telah menjadi sebuah kelatahan kolektif dari anak-anak kita. Untuk mendapatkan harta, pangkat, jabatan, dan kedudukan tak jarang ditempuh dengan cara-cara curang ala Machiavelli, bahkan jika perlu menggunakan ilmu permalingan dan berselingkuh dengan dunia klenik dan mistik. Tak ayal lagi, negeri ini tak lebih dari sebuah pentas kolosal yang menyuguhkan repertoar tragis, pilu, dan menyesakkan dada. Kedua, dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Pendidikanlah yang bisa membangun karakter bangsa Indonesia menuju bangsa maju, bermartabat dan beradab (Kholis, 2010).
Ada empat pola dasar dalam proses pembinaan akidah pada anak dalam keluarga, yaitu; pertama, senantiasa membacakan kalimat Tauhid pada anaknya. Kedua, menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasulnya. Ketiga, mengajarkan Al-Qur’an dan keempat menanamkan nilai-nilai pengorbanan dan perjuangan. Al-Qur’an membangunkan sebuah keluarga yang sakinah dan  kuat untuk membentuk suatu tatanan masyarakat yang memelihara aturan-aturan Allah dalam kehidupan. Aturan yang ditawarkan oleh Islam menjamin terbinanya keluarga bahagia, lantaran nilai kebenaran yang dikandunginya, serta keselarasannya yang ada dalam fitrah manusia.
Tidak dapat dipungkiri betapa pentingnya pendekatan agama Islam dalam rangka membangun manusia seutuhnya. Tidak dapat dibayangkan membangun manusia tanpa agama. Kenyataan membuktikan bahwa dalam masyarakat yang kurang mengindahkan agama (atau bahkan anti agama), perkembangan manusianya pincang. Hal ini berlaku di negara-negara berkembang maupun di negara maju. Ilmu pengetahuan tinggi, tapi akhlaknya rendah. Kebahagiaan hidup tidaklah mudah dicapainya. Agama menjadi penyeimbang, penyelaras dalam diri manusia sehingga dapat mencapai kemajuan lahiriah dan kebahagiaa rohaniyah (Daradjat, 1995).
Pendidikan dan Al-Qur’an memegang peranan penting dalam membentuk keluarga yang menjadi landasan pembentukan masyarakat yang bernilai tinggi dan terintegrasi dalam nilai kebaikan bangsa. Namun, yang menjadi penting dalam hal ini adalah keberadaan conveys agent atau agen penyampai Al-Qur’an kepada anak-anak agar mereka menjadi generasi yang baik dan beriman, yakni orang tua. Orang tua memiliki fungsi yang sangat penting di dalam pembentukan karakter anak yang islami,beriman, cinta tanah air dan menjaga stabilitas nasional.
Mengenai pengertian orang tua dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan Orang tua artinya ayah dan ibu.  Orang tua adalah dua individu yang berbeda memasuki hidup bersama dengan membawa pandangan, pendapat dan kebiasaan-kebiasaan sehari-hari.  Orang tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anakanak yang dilahirkannya (Astrida, 2012).
Setiap orang tua dalam menjalani kehidupan berumah tangga tentunya memiliki  tugas dan peran yang sangat penting, ada pun tugas dan peran orang tua terhadap anaknya dapat dikemukakan sebagai  berikut: (1). Melahirkan, (2). Mengasuh, (3). Membesarkan, (4). Mengarahkan  menuju  kepada kedewasaan serta menanamkan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku. Disamping itu juga harus mampu mengembangkan potensi yang ada pada diri anak, memberi teladan dan mampu mengembangkan pertumbuhan pribadi dengan penuh tanggung jawab dan penuh kasih sayang. Anak-anak yang tumbuh dengan berbagai bakat dan  kecenderungan masing-masing adalah karunia yang sangat berharga, yang digambarkan sebagai perhiasan dunia. Sebagaimana Firman Allah Swt dalam Al-Quran surat Al-Kahfi ayat 46.
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلا
Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amanah-amanah yang kekal lagi soleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan” (QS."Al-Kahfi: 46).
Salah satu tugas dan peran orang tua yang tidak dapat dipindahkan adalah mendidik anak--anaknya. Sebab orang tua memberi hidup anak, maka mereka mempunyai kewajiban yang teramat penting untuk mendidik anak mereka. Jadi, tugas sebagai orang tua tidak hanya sekadar menjadi perantara makhluk baru dengan kelahiran, tetapi juga memelihara dan mendidiknya, agar dapat melaksanakan pendidikan terhadap anak--anaknya, maka diperlukan adanya  beberapa pengetahuan tentang pendidikan.
Rasulullah dalam Hadist shahih Bukhari Muslim berwasiat, yakni:
tiada seorang anak pun yang lahir, kecuali ia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka, kedua orangtuanya lah yang menjadikan anak itu beragama yahudi, nasrani, atau majusi”
Pesan hadits yang disampaikan oleh Rasulullah 16 abad yang lalu jelas menyiratkan bahwa arah dan orientasi kehidupan seorang anak ada di tangan didikan orangtuanya. Anak akan menjadi manusia baik atau jahat tergantung dari didikan orangtua. Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam membentuk generasi islam yang mumpuni, cerdas dan berempati. Orangtua seyogyanya menjadi figur bagi anak-anak era ini yang semakin hilang nalar dan nurani menjadi generasi islami dan acapkali meninggalkan tradisi-tradisi islam yang damai dan menyejukkan.
Peran orang tua sangat dibutuhkan untuk menciptakan keluarga yang beriman. Tanggung jawab orangtua tidaklah hanya sebatas pada kewajian memberi kebutuhan jasmaniah anak-anaknya, lebih dari itu, orangtua yang menyadari kewajibannya sebagai orangtua harus memiliki kepekaan terhadap permasalahan moral anak-anaknya kelak. Beberapa kewajiban yang dibebankan kepada orangtua untuk menonjolkan perannya sebagai orangtua terdapat dalam beberapa nukilan Hadits dan Al-Qur’an berikut, yakni:
 “Sayangi-lah anak-anak-mu dan berilah mereka pendidikkan yang pantas. Tekunilah anak-anak-mu dan perbaikilah kesopanan mereka” (HR.Ibnu Majah).
Kemudian dalam suatu riwayat, Rasulullah pernah ditanyai oleh salah seorang sahabat Beliau, “Ya Rasulullah , apa hak anak-ku ini ? , Nabi Saw. menjawab , “ memberinya nama yang baik, mendidik adab yang baik (budi pekerti yang baik) , dan memberikan kedudukan yang baik (dalam hatimu) (HR. Aththusi ). “Bertaqwalah kepada Allah dan berlakulah adil terhadap anak-anak mu ” ( HR. Bukhari & Muslim).
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orangtua agar dapat membentuk keluarga islam beriman yang di dalamnya terdapat generasi bangsa yang memiliki tanggung jawab terhadap bangsa dan mempertahankan ketahanan nasional bangsa dalam keadaan yang kuat, antara lain sebagai berikut;
1. Menjadi Pembimbing dalam Kegiatan Bersosial dan Adab
Dalam kegiatan sosial, orang tua harus melatih anak-anak mereka agar mengerti akan kewajiban hidup bermasyarakat. Orang tua harus membiasakan anak-anaknya untuk saling menolong, menjenguk saudara dan familynya yang sakit, mengunjunginya untuk menjalin silaturahim, mencarikan teman sebaya yang membantunya dalam proses pergaulan positif, menghindari pergaulan yang mengarah ke arah radikalisme dan perbuatan yang melanggar susila, serta memberi palajaran hidup bersosial dengan siapa saja agar membiasakan ia bergaul dengan semua orang namun tetap pada keteguhan iman islamnya.
2. menjadi panutan dalam Adab dan Sopan Santun
  Terkait dengan adab dan sopan santun, maka orangtua harus menjadi figur bagi anak-anaknya. Membentuk keluarga yangberiman mestilah dimulai dari kekokohan iman kedua orang Tanya. Orangtua harus menegakkan peraturan islam di dalam dan di luar rumah, peraturan yang mengikat diri anak-anaknya, namun tetap pada kualitas pergaulan yang luas kepada semua orang. Dengan membiasakan adab dan sopan santun kepada anak-anak, maka akan tumbuh bibit-bibit penggerak masyarakat bangsa yang akan menjaga ketahanan nasional berada pada posisi yang kuat.
3. Sebagai Pembina Pribadi Muslim dan Pembentuk Kebiasaan Positif
Orang tua adalah pembina pribadi pertama dan utama dalam kehidupan anak. Kepribadian orang tua, sikap, dan cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung yang secara sendirinya akan merasuki kebiasaan hidup mereka. Sebagai orang tua yang luar biasa adalah orang tua yang mampu menjadi contoh bagi anak-anaknya. Orang tua harus menjadi contoh kepribadian muslim bagi anak-anaknya, harus manjadi contoh dan figur pergaulan tanpa pandang bulu bagi anak-anaknya. Orangtua harus memaksimalkan fungsi dan perannya sebagai ujung tombak keluarga dalam pembentukan karakter muslim yang positif dengan membiasakan think as a moslem for the entire human race.
Konklusi: Keluarga Beriman, Untuk Indonesia Aman
Keluarga menjadi pilar peting dalam menciptakan tatanan sebuah bangsa yang aman, damai, tenteram, dan memiliki integritas yang tinggi dalam bidng kemanusiaan karena dari keluarga idaman akan terbentuk tatanan masyarakat idaman, kemudian dari kumpulan masyarakat idaman akan terbentuk sebuah tatanan bangsa yang aman pula. Sebuah bangsa yang aman akan menciptakan sistem pertahanan dan ketahanan negara yang baik dan kokoh. Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan menghadapi segala bentuk ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan,baik dari dalam maupun luar negeri, baik langsung maupun tidak langsung, yang membahayakan identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam mencapai tujuan nasional. Ketahanan nasional harus dimulai dari membangun ketahanan diri sendiri, keluarga, dan lingkungan, apakah itu lingkungan tempat tinggal, lingkungan masyarakat, lingkungan pendidikan, lingkungan kerja, dan berlanjut di lingkungan wilayah yang pada akhirnya akan bermuara pada satu titik, yakni ketahanan nasional (Kodim 0731, 2012).
Setiap anggota keluarga harus senantiasa berusaha dekat kepada Allah dengan cara melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, sebab dengan kedekatan kepada Allah akan terwujud nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan yang dapat mempermudah penyelesaian urusan/permasalahan dalam rumah tangga serta mendatangkan rahmat dan berkah dari Allah Swt. Rumah tangga yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt, maka akan menjadi keluarga yang dipermudah oleh Allah segala urusannya. Jikalau niat orang tua dalam membina keluarga adalah untuk menghasilkan generasi yang kokoh iman dan taqwanya guna menjadi generasi yang memiliki konsistensi tinggi dalam menjaga kesatuan dan persatuan bangsa menuju bangsa dengan sistem ketahanan nasional yang kokoh, maka Allah akan menjadikan keluarga itu sebagai keluarga yang dipermudah urusannya untuk mewujudkan keinginan tersebut.
Keluarga dalam lingkungan yang lebih besar tidak hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak (nuclear family) akan tetapi menyangkut hubungan persaudaraan yang lebih besar lagi (extended family), baik hubungan antara anggota keluarga maupun hubungan dengan lingkungan masyarakat. Keberhasilan orang tua membentuk keluarga beriman akan menjadi cermin kepada anak-anak apabila mereka juga membina sebuah keluarga suatu masa kelak. Oleh kerana itu, orang tua seharusnya menjadi contoh teladan yang baik sepanjang masa kepada kehidupan anak-anak. Perkara ini penting karena ia akan mempengaruhi kelangsungan hidup generasi seterusnya secara turun temurun, karena kemerosotan akhlak pada hari ini sudah pasti akan menyumbang kepada kerusakan akhlak pada masa akan datang.  Jika figur keteladanan menghilang, akibatnya anak-anak pula yang menjadi korban kelalaian tersebut, dan dampak berkepanjangannya adalah terbentuknya tatanan masyarakat yang rapuh dan lemah fondasi ketahanan nasionalnya. Indonesia yang aman adalah sebuah impian. Keluarga islam yang beriman yang dibentuk berdasarkan nilai-nlai islam yang damai oleh orang tua akan memproduksi lahirnya generasi-generasi bangsa islami yang mampu menjaga kondisi bangsa Indonesia tetap pada landasan falsafah yang menjaga integrasi bangsa dan menjaga Indonesia tetap dalam kondisi yang aman.
Daftar Referensi
Al-Qur’an dan Al-Hadits, The Way of Life of The Moslem
Astrida. 2012. Peran dan Fungsi Orang Tua Dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak. Banyuasin: SMP Sandika
Daradjat, Zakiyah. 1995. Ketenangan dan Kebahagiaan Dalam Keluarga. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kholis, Nur. 2010. Keluarga Sebagai Pilar Pendidikan Karakter. Semarang: Universitas Ahmad Dahlan
Martasuta, Umar Djani. 2012. Ketahanan Nasional. Bandung: UPI Bandung.
UU No.02 Tahun 1989 Tentang sistem Pendidikan Nasional
Kodim-0731.blogspot.com/2012/02/membangun-karakter-untuk-masa-depan-dan.html?m=1


*) Penulis adalah Guru SMA Swasta Tunas Baru Babalan, Kab. Langkat, Sumatera Utara

No comments:

Post a Comment

 SEMINAR DAN SOSIALISASI BUDAYA POSITIF DI SMAN 1 TAMIANG HULU oleh: Muhammad Akbar Sekolah merupakan ruang untuk mempertemukan berbagai jen...