MEMBANGUN EKONOMI KOTA SUBULUSSALAM MELALUI
OPTIMALISASI POTENSI SEKTOR AGROINDUSTRI
Oleh:
Muhammad Akbar, S.Pd
(Guru Geografi SMA Negeri 1
Tamiang Hulu, Aceh Tamiang, Provinsi Aceh)
NIP. 199011102015031004
Kota, sebuah lansekap artifisial yang kompleks ini
adalah satu dari sekian banyak tempat yang menjadi buah budaya manusia dalam
melakukan akselerasi kehidupan serta pembangunan yang terstruktur dan
multidimensional. Hakikatnya kota dibangun sebagai “kiblat” dari segala jenis
kegiatan ekonomi multisektor, menjadi pembanding tahapan pembangunan bagi daerah-daerah sub-urban dan pheripheri (daerah pinggir) di sekitarnya. Dalam
pembangunan wilayah, setiap kota sejatinya memiliki fungsi yang berbeda
dikarenakan potensinya yang berbeda pula sehingga kebutuhan akan pesediaan
fasilitas kota juga berbeda-beda. Karena fungsi yang berbeda, maka kebijakan
pembangunan kota juga berbeda sesuai dengan fungsi dan potensinya. Arah
kebijakan pembangunan kota acapkali disandingkan dengan pemusatan industri dan
teknologi non-agraris. Bahkan, jika dominasi pertanian atau sektor agraria
masih menyelimuti wajah sebuah daerah maka belum layak dinamakan sebuah kota.
Padahal, di banyak tempat dapat ditemui kota-kota yang berkembang pesat sebagai
pusat pembangunan ekonomi agraria, sebut saja Malang dan beberapa kota seperti Kota Batu di Jawa Timur dan Kota Pematang Siantar di Sumatera Utara.
Memang sebuah kota akan identik
dengan perkembangan ekonomi berbasis kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
dan juga kota identik dengan pembangunan industri berbasis mesin yang
teraglomerasi. Namun, bukan berarti potensi tiap kota bisa digeneralisasi
mengikuti homogenitas kegiatan industri kota-kota lain di beberapa belahan
dunia, sebab pada hakikatnya setiap kota memiliki karakteristiknya masing
sesuai topologi wilayah, geografi, dan potensi dominannya. Pasca disahkannya
Undang-Undang yang mengatur otonomi daerah, banyak wilayah di Indonesia melakukan
pemekaran apakah itu menjadi kabupaten ataupun kota yang baru, salah satunya
kota Subulussalam di propinsi Aceh. Subulussalam termasuk ke dalam kategori very young city, terbentuk 8 tahun lalu
melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2007 tepatnya pada 2 Januari, Subulussalam
resmi memisahkan diri dari Kabupaten Aceh Singkil yang dulu menaunginya. Kota
Subulussalam membutuhkan faktor-faktor pembangunan yang mampu menopang kota ini
bak sebuah bangunan yang kokoh, indah, kuat yang tidak hanya mampu melindungi seluruh
masyarakat dari berbagai ancaman alam, sosial, dan ekonomi juga mampu memberikan
pengaruh positif bagi wilayah terdampak di sekitarnya.
Agroindustri, Potensi Menjanjikan
untuk Pembangunan Ekonomi Subulussalam
Agroindustri
adalah sebuah konsep ekonomi yang memadukan antara agro (pertanian, perkebunan,
dan peternakan) dan industri (pengolahan hulu-hilir), lahir dari sebuah
revolusi pertanian yang bergerak maju menerobos ranah industri sehingga
menghasilkan sebuah tatanan perekonomian kompleks yang memadukan beberapa sektor
vital. Nilai strategis
agroindustri terletak pada posisinya sebagai jembatan yang
menghubungkan antar sektor pertanian pada kegiatan hulu dan sektor industri pada
kegiatan hilir[1].
Keuntungan yang dapat diterima dari pengelolaan dan pengembangan sektor
agroindustri secara mapan adalah meningkatnya jumlah keterserapan tenaga kerja,
peningkatan pendapatan petani, peningkatan volume ekspor dan impor yang
menjangkau pangsa pasar domestik maupun mancanegara, meningkatkan nilai tukar
produk hasil pertanian, dan pemantapan ketersediaan bahan baku industri. Agroindustri
sangat bernilai penting bagi pembangunan kota Subulussalam, sebab modal utama
untuk membangun kekuatan sistem ekonomi berbasis agroindustri di Subulussalam
amatlah besar.
Potensi
fisik wilayah Subulussalam juga sangat menjanjikan sebagai modal pembangunan
berbasis agroindustri, Subulussalam memiliki topografi berkisar antara
<25 – 700 meter (dml), kemudian kondisi geologi dan batuan yang tersebar di wilayah
kota Subulussalam berupa endapan alluvial pantai, alluvial muara sungai, dan
endapan alluvial[2].
Kondisi fisik wilayah seperti ini adalah kondisi potensial untuk daerah
pengembangan pertanian seperti padi, jagung, ubi sebagai bahan baku industri
pangan, juga cocok sebagai lahan perkebunan seperti sawit, karet, dan kayu
sebagai bahan baku industri CPO, kosmetik, ban, dan bahan baku industri meubel.
Daerah dengan topografi sedang yang dimiliki oleh Subulussalam juga merupakan
daerah potensial untuk pengembangan peternakan sebagai bahan baku industri
pangan hewani, disertai dengan sungai besar yang mengaliri kota ini sangat potensial
sebagai kawasan pengembangan industri perikanan sungai berbasis pengelolaan
masyarakat.
Mengoptimalkan Pembangunan Menuju
Subulussalam Kota Agropolitan
Sebab Agroindustri adalah industri
yang mengelola hasil pertanian, perkebunan, dan perternakan sebagai bahan yang
diolah, dan jika menilik potensi
Subulussalam dalam bidang ke-agro-an sangatlah besar, maka beberapa jenis
agroindustri yang dapat dikembangkan oleh pemerintah Kota Subulussalam
diantaranya:
1.
Industri Pengolahan Hasi Pertanian Pangan
Dalam subsistem agroindustri ini,
pemerintah Subulussalam melakukan pembangunan sarana pengolahan hasil pertanian
pangan berupa pembangunan sentra pengolahan palawija dan tanaman kaya
karbohidrat. Topologi wilayah yang termasuk dalam dataran rendah memungkinkan
untuk dijadikan sentra pertanian pangan termasuk membangun kawasan industri
pengolahan hasil pangan di kota Subulussalam.
2.
Industri Pengolahan Hasil Perkebunan
Tetangga kota Subulussalam seperti Aceh
Singkil, Aceh Selatan, dan tepi barat Sumatera Utara sudah pasti menjadikan
Subulussalam sebagai “magnet” pemasaran hasil perkebunan mereka di samping
Subulussalam yang juga sebagai penghasil. Potensi mencolok ini adalah modal
besar Subulussalam untuk membangun sentra pengolahan CPO menjadi produk olahan
seperti minyak goreng, sabun, bahan baku kosmetik, dan hasil olahan lainnya.
Sentra pengolahan CPO di Kota Subulussalam akan menjadi magnet bagi daerah
sekitarnya untuk memasok bahan baku, di sisi lain Subulussalam diuntungkan
dengan adanya jalur perdagangan yang menguntungkan penduduk di jalur transit.
Kemudian, hasil olahan menjadi modal besar bagi Subulussalam untuk menjadi
kawasan industri dan salah satu kawasan Agropolitan.
3.
Industri Pengolahan Hasil Perikanan Sungai dan Peternakan
Potensi perairan darat dapat
dijadikan lahan bagi penduduk untuk membangun tambak/keramba ramah lingkungan
di Subulussalam. Peduduk dioptimalkan dan diberdayakan untuk mengelola sungai
sebagai sumber mata pencaharian, dan hasilnya dijadikan bahan baku industri
perikanan sungai baik hulu maupun hilir untuk keperluan perdagangan. Lalu untuk
peternakan, Subulussalam melalui dinas terkait membuat sentra peternakan kecil
dan besar guna memasok kebutuhan industri yang membutuhkan bahan baku hasil
peternakan seperti daging.
Subulussalam mempunyai hasrat yang
sangat kuat untuk mewujudkan diri sebagai Kawasan Industri Baru (KIB) karena
memiliki peluang besar, karenanya optimalisasi potensi sektor agroindustri kota
Subulussalam sedini mungkin harus mendapatkan perhatian dalam rancangan pembangunan
jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Dengan luas hanya 1.391
km dan jumlah penduduk 65.000 jiwa, maka target pembangunan Subulussalam harus
benar-benar realistis dan terpadu. Salah satu potensi ekonomi yang realistis
bagi Subulussalam adalah sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan sungai.
Bukanlah suatu aib jika fokus pembangunan kota bertumpu pada pengolahan hasil
“agro” sebab Agropolitan adalah sebuah kota masa depan yang sangat diharapkan.
[1]
Wikipedia.com/agroindustri
No comments:
Post a Comment