Sunday, 21 February 2016

ARTIKEL TERBAIK PADA PERLOMBAAN LKTI KOTA SUBULUSSALAM 2015

MEMBANGUN EKONOMI KOTA SUBULUSSALAM MELALUI OPTIMALISASI POTENSI SEKTOR AGROINDUSTRI

Oleh: Muhammad Akbar, S.Pd
(Guru Geografi SMA Negeri 1 Tamiang Hulu, Aceh Tamiang, Provinsi Aceh)
NIP. 199011102015031004


Kota, sebuah lansekap artifisial yang kompleks ini adalah satu dari sekian banyak tempat yang menjadi buah budaya manusia dalam melakukan akselerasi kehidupan serta pembangunan yang terstruktur dan multidimensional. Hakikatnya kota dibangun sebagai “kiblat” dari segala jenis kegiatan ekonomi multisektor, menjadi pembanding tahapan pembangunan bagi daerah-daerah sub-urban dan pheripheri (daerah pinggir) di sekitarnya. Dalam pembangunan wilayah, setiap kota sejatinya memiliki fungsi yang berbeda dikarenakan potensinya yang berbeda pula sehingga kebutuhan akan pesediaan fasilitas kota juga berbeda-beda. Karena fungsi yang berbeda, maka kebijakan pembangunan kota juga berbeda sesuai dengan fungsi dan potensinya. Arah kebijakan pembangunan kota acapkali disandingkan dengan pemusatan industri dan teknologi non-agraris. Bahkan, jika dominasi pertanian atau sektor agraria masih menyelimuti wajah sebuah daerah maka belum layak dinamakan sebuah kota. Padahal, di banyak tempat dapat ditemui kota-kota yang berkembang pesat sebagai pusat pembangunan ekonomi agraria, sebut saja Malang dan beberapa kota seperti Kota Batu di Jawa Timur dan Kota Pematang Siantar di Sumatera Utara.
Memang sebuah kota akan identik dengan perkembangan ekonomi berbasis kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan juga kota identik dengan pembangunan industri berbasis mesin yang teraglomerasi. Namun, bukan berarti potensi tiap kota bisa digeneralisasi mengikuti homogenitas kegiatan industri kota-kota lain di beberapa belahan dunia, sebab pada hakikatnya setiap kota memiliki karakteristiknya masing sesuai topologi wilayah, geografi, dan potensi dominannya. Pasca disahkannya Undang-Undang yang mengatur otonomi daerah, banyak wilayah di Indonesia melakukan pemekaran apakah itu menjadi kabupaten ataupun kota yang baru, salah satunya kota Subulussalam di propinsi Aceh. Subulussalam termasuk ke dalam kategori very young city, terbentuk 8 tahun lalu melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2007 tepatnya pada 2 Januari, Subulussalam resmi memisahkan diri dari Kabupaten Aceh Singkil yang dulu menaunginya. Kota Subulussalam membutuhkan faktor-faktor pembangunan yang mampu menopang kota ini bak sebuah bangunan yang kokoh, indah, kuat yang tidak hanya mampu melindungi seluruh masyarakat dari berbagai ancaman alam, sosial, dan ekonomi juga mampu memberikan pengaruh positif bagi wilayah terdampak di sekitarnya.
Agroindustri, Potensi Menjanjikan untuk Pembangunan Ekonomi Subulussalam
Agroindustri adalah sebuah konsep ekonomi yang memadukan antara agro (pertanian, perkebunan, dan peternakan) dan industri (pengolahan hulu-hilir), lahir dari sebuah revolusi pertanian yang bergerak maju menerobos ranah industri sehingga menghasilkan sebuah tatanan perekonomian kompleks yang memadukan beberapa sektor vital. Nilai strategis agroindustri terletak pada posisinya sebagai jembatan yang menghubungkan antar sektor pertanian pada kegiatan hulu dan sektor industri pada kegiatan hilir[1]. Keuntungan yang dapat diterima dari pengelolaan dan pengembangan sektor agroindustri secara mapan adalah meningkatnya jumlah keterserapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan petani, peningkatan volume ekspor dan impor yang menjangkau pangsa pasar domestik maupun mancanegara, meningkatkan nilai tukar produk hasil pertanian, dan pemantapan ketersediaan bahan baku industri. Agroindustri sangat bernilai penting bagi pembangunan kota Subulussalam, sebab modal utama untuk membangun kekuatan sistem ekonomi berbasis agroindustri di Subulussalam amatlah besar.
Potensi fisik wilayah Subulussalam juga sangat menjanjikan sebagai modal pembangunan berbasis agroindustri, Subulussalam memiliki topografi berkisar antara <25 – 700 meter (dml), kemudian kondisi geologi dan batuan yang  tersebar di wilayah kota Subulussalam berupa endapan alluvial pantai, alluvial muara sungai, dan endapan alluvial[2]. Kondisi fisik wilayah seperti ini adalah kondisi potensial untuk daerah pengembangan pertanian seperti padi, jagung, ubi sebagai bahan baku industri pangan, juga cocok sebagai lahan perkebunan seperti sawit, karet, dan kayu sebagai bahan baku industri CPO, kosmetik, ban, dan bahan baku industri meubel. Daerah dengan topografi sedang yang dimiliki oleh Subulussalam juga merupakan daerah potensial untuk pengembangan peternakan sebagai bahan baku industri pangan hewani, disertai dengan sungai besar yang mengaliri kota ini sangat potensial sebagai kawasan pengembangan industri perikanan sungai berbasis pengelolaan masyarakat.
Mengoptimalkan Pembangunan Menuju Subulussalam Kota Agropolitan
Sebab Agroindustri adalah industri yang mengelola hasil pertanian, perkebunan, dan perternakan sebagai bahan yang diolah,  dan jika menilik potensi Subulussalam dalam bidang ke-agro-an sangatlah besar, maka beberapa jenis agroindustri yang dapat dikembangkan oleh pemerintah Kota Subulussalam diantaranya:
1. Industri Pengolahan Hasi Pertanian Pangan
Dalam subsistem agroindustri ini, pemerintah Subulussalam melakukan pembangunan sarana pengolahan hasil pertanian pangan berupa pembangunan sentra pengolahan palawija dan tanaman kaya karbohidrat. Topologi wilayah yang termasuk dalam dataran rendah memungkinkan untuk dijadikan sentra pertanian pangan termasuk membangun kawasan industri pengolahan hasil pangan di kota Subulussalam.
2. Industri Pengolahan Hasil Perkebunan
Tetangga kota Subulussalam seperti Aceh Singkil, Aceh Selatan, dan tepi barat Sumatera Utara sudah pasti menjadikan Subulussalam sebagai “magnet” pemasaran hasil perkebunan mereka di samping Subulussalam yang juga sebagai penghasil. Potensi mencolok ini adalah modal besar Subulussalam untuk membangun sentra pengolahan CPO menjadi produk olahan seperti minyak goreng, sabun, bahan baku kosmetik, dan hasil olahan lainnya. Sentra pengolahan CPO di Kota Subulussalam akan menjadi magnet bagi daerah sekitarnya untuk memasok bahan baku, di sisi lain Subulussalam diuntungkan dengan adanya jalur perdagangan yang menguntungkan penduduk di jalur transit. Kemudian, hasil olahan menjadi modal besar bagi Subulussalam untuk menjadi kawasan industri dan salah satu kawasan Agropolitan.
3. Industri Pengolahan Hasil Perikanan Sungai dan Peternakan
Potensi perairan darat dapat dijadikan lahan bagi penduduk untuk membangun tambak/keramba ramah lingkungan di Subulussalam. Peduduk dioptimalkan dan diberdayakan untuk mengelola sungai sebagai sumber mata pencaharian, dan hasilnya dijadikan bahan baku industri perikanan sungai baik hulu maupun hilir untuk keperluan perdagangan. Lalu untuk peternakan, Subulussalam melalui dinas terkait membuat sentra peternakan kecil dan besar guna memasok kebutuhan industri yang membutuhkan bahan baku hasil peternakan seperti daging.
Subulussalam mempunyai hasrat yang sangat kuat untuk mewujudkan diri  sebagai Kawasan Industri Baru (KIB) karena memiliki peluang besar, karenanya optimalisasi potensi sektor agroindustri kota Subulussalam sedini mungkin harus mendapatkan perhatian dalam rancangan pembangunan jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Dengan luas hanya 1.391 km dan jumlah penduduk 65.000 jiwa, maka target pembangunan Subulussalam harus benar-benar realistis dan terpadu. Salah satu potensi ekonomi yang realistis bagi Subulussalam adalah sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan sungai. Bukanlah suatu aib jika fokus pembangunan kota bertumpu pada pengolahan hasil “agro” sebab Agropolitan adalah sebuah kota masa depan yang sangat diharapkan.

  

­[1] Wikipedia.com/agroindustri

No comments:

Post a Comment

 SEMINAR DAN SOSIALISASI BUDAYA POSITIF DI SMAN 1 TAMIANG HULU oleh: Muhammad Akbar Sekolah merupakan ruang untuk mempertemukan berbagai jen...