Oleh: MUHAMMAD AKBAR, S.Pd.*)
Pendahuluan
Krisis
moral, menurunnya rasa saling menghormati antar remaja dan anak-anak Indonesia
dewasa ini sudah amat sangat meresahkan. Maraknya pergaulan bebas yang mengarah
kepada tindakan pornografi dan pornoaksi, mode bergaya yang sudah lagi tidak
sesuai tradisi Islami, penyalahgunaan narkoba, sampai pada aksi kriminal yang
anarki semakin membuat masa depan bangsa
ini kian carut marut. Ditengah kepercayaan terhadap beberapa tingkah polah ulil amri yang tak seperti yang
diimpikan dan semakin maraknya berbagai tontonan yang tak menuntun membuat
pintu kehancuran bangsa ini semakin terbuka lebar. Beberapa masalah ini jika
dibiarkan secara berlarut-larut tanpa penanganan yang baik dan tepat oleh
tangan-tangan yang tepat akan mempercepat runtuhnya pertahanan negara dan akan
membuat negara kian melemah serta tidak kondusif dikarenakan generasi harapan
bangsa yang diharapkan mampu menjadi insan beriman, bertaqwa, amanah, dan
selalu menjaga stabilitas negara hancur karena liarnya pergaulan yang mengarah
pada disintegrasi nasional bangsa.
Nasib
sebuah negara/bangsa sepuluh hingga dua puluh tahun ke depan dapat diketahui
dengan melihat kondisi remajanya saat ini. Ibarat kata pepatah “apa yang
ditanam hari ini akan dituai esok hari”. Jadi, jika kondisi remaja dan
anak-anak bangsa saat ini mengalami degradasi moral dan lebih mengarah kepada
hal-hal yang bersifat disintegratif, maka ke depan bangsa itu tidak akan
berkembang secara baik, apakah itu perkembangan di bidang ilmu pengetahuan,
teknologi, pembangunan sumberdaya manusia, maupun dalam bidang ketahanan
nasional.
Untuk
masalah ketahanan nasional misalnya, ia harus dimulai dari membangun ketahanan
diri sendiri, keluarga, dan lingkungan, apakah itu lingkungan tempat tinggal,
lingkungan masyarakat, lingkungan pendidikan, lingkungan kerja, dan berlanjut
di lingkungan wilayah yang pada akhirnya akan bermuara pada satu titik, yakni
ketahanan nasional (Kodim 0731, 2012). “Dimulai dari diri sendiri, keluarga,
dan lingkungan”, ada hal yang sangat menarik dari pernyataan tersebut.
Seseorang hidup sebagai individu yang tumbuh, lalu dewasa, dan tua meninggalkan
rekam jejak yang akan dikenang dan atau ditiru serta diteruskan oleh orang lain
yang melihatnya. Setiap manusia pasti menjadi tua dan akan menjadi orangtua
bagi anaknya atau anak-anak orang lain di sekitarnya. Istilah “dari diri
sendiri, keluarga, dan lingkungan” adalah sebuah frasa yang menunjukkan siklus
hiup manusia secara biologis dan sosial, bagaimana dia tumbuh menjadi diri
sendiri dan memiliki keluarga lalu berbaur dengan lingkungan sebagai bentuk
sebuah tatanan integrasi berbangsa dan bernegara. Dimulai dari diri sendiri,
bukan berarti seseorang dapat memulai membentuk jati dirinya menjadi baik atau
jahat karena kemampuan “adaptasi tunggalnya”, melainkan dari proses hidupnya
yang mencontoh orang yang lebih tua darinya. Setelah itu, seseorang akan tumbuh
menjadi dewasa dan berkeluarga, tumbuh menjadi seorang tua yang juga nanti akan
menjadi contoh bagi anak muda lainnya. Menjadi contoh di rumah dan di luar
rumah (lingkungan).
Dalam
kasus menciptakan ketahanan nasional harus dimulai dari unit terkecil dalam
sistem masyarakat, yakni diri sendiri dan keluarga serta lingkungan. Keluarga
merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Keluarga berfungsi
sebagai “transmiter budaya atau mediator” sosial budaya bagi anak. Titik tolak
terpenting dalam hal ini sebenarnya adalah orangtua. Bagaimana orangtua menjadi
transmitter sikap yang baik kepada anak-anak yang sekarang telah kehilangan
figur kebaikan di dalam dirinya, juga bagaimana orangtua mampu menjadi contoh
tauladan yang baik bagi remaja yang dewasa ini mulai kehilangan arah hidup dan
cenderung jauh dari nilai kehidupan yang berorientasi pada penciptaan iklim
berbangsa yang kondusif dan memiliki ketahanan nasional yang kuat. Orangtua
menjadi pilar utama untuk membentuk generasi muda yang mampu menjadi “diri
sendiri”, orangtua juga pilar dari terbentuknya anak-anak bangsa yang memiliki
kepekaan terhadap lingkungan kehidupannya terutama dalam hal menciptakan sistem
ketahanan negara yang unggul.
Keluarga: Tiang Ketahanan Nasional
Keluarga merupakan kelompok terkecil dalam sebuah tatanan
masyarakat. Oleh karena masyarakat adalah himpunan dari beberapa keluarga maka
baik buruknya sebuah masyarakat sangat bergantung kepada baik buruknya
keluarga. Keluarga yang baik adalah awal dari masyarakat yang sejahtera.
Sebaliknya, keluarga yang amburadul adalah pertanda hancurnya sebuah
masyarakat. Individu-individu yang baik akan membentuk keluarga yang harmonis.
Keluarga-keluarga yang harmonis akan mewujudkan masyarakat yang aman dan damai.
Selanjutnya masyarakat-masyarakat yang damai akan mengantarkan kepada negara
yang kokoh dan sejahtera. Maka, jika ingin mewujudkan negara yang kokoh dan
sejahtera bangunlah masyarakat yang damai. Dan jika ingin menciptakan
masyarakat yang damai binalah keluarga-keluarga yang baik dan harmonis.
Mengingat begitu pentingnya peranan keluarga dalam
menciptakan masyarakat yang baik dan sejahtera maka Islam memberikan perhatian
yang sangat besar pada pembinaan keluarga. Karena seperti disinggung di atas-
seandainya instrumen terpenting dalam masyarakat ini tidak dibina dengan baik
dan benar, adalah mustahil mengharapkan terwujudnya sebuah tatanan masyarakat
idaman. Membentuk keluarga yang terlindungi dari segala bentuk kejahatan dan
azab untuk bekal menciptakan tatanan masyarakat yang baik telah jauh hari di
perintahkan oleh Alloh azza wajalla
dalam Al-Qur’an, yakni:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا
النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ
اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. At-Tahrim: 6).
Menjaga
diri dan keluarga dari api neraka adalah bentuk dari ketaatan pada Allah dan
menjauhi segala keburukan yang dilarang-Nya. Menjauhi larangan yang bersifat
buruk, buruk dalam segala hal, baik keburukan pada diri sendiri, keluarga,
maupun lingkungan yang bisa menjalar pada tatanan yang lebih tinggi.
“Peliharalah dirimu dan keluargamu” adalah pesan kepada orangtua yang memiliki
tanggung jawab untuk menjaga diri dan keluarganya. Efek samping dari kewajiban
ini adalah akan terciptanya keluarga beriman yang harmonis dan dekat dengan
nilai-nilai keislaman yang konstruktif positif terhadap pembangunan bangsa. Apa
yang dapat dilakukan orangtua? Pastinya memberikan pendidikan dalam bentuk
tauladan, menjadi contoh baik kepada anak-anaknya. Menurut UU No.02 tahun 1989
Bab IV Pasal 10 Ayat 4 : “ Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur
pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan
keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan”. Dengan
berjalannya fungsi vital orangtua sebagai pilar pendidikan keluarga, maka akan
memproduksi generasi-generasi Islami yang mampu menjaga bangsa Indonesia dalam
nilai kebaikan yang tetap terintegrasi.
Konsep
Ketahanan Nasional (Tannas) dikembangkan pada awal tahun1960- an dan secara lebih
intensif dikembangkan seiring dengan upaya bangsa melaksanakan program pembangunan
nasional sejak awal orde baru. Konsep Tannas ini merupakan rangkaian mengembangkan
dan meningkatkan upaya bangsa Indonesia untuk menjamin kelangsungan hidup negara
Kesatuan Republik Indonesia, menghadapi ancaman baik yang dilakukan oleh Belanda
maupun ancaman-ancaman yang berwujud pemberontakan-pemberontakan serta gangguan
ancaman lainnya. Ketahanan Nasional merupakan kondisi dinamis suatu bangsa berisi
keuletan dan ketangguhan nasional di dalam menghadapi dan mengatasi segalatan tangan
dan ancaman, hambatan serta gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam
negeri yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan
hidup bangsa dan negara serta perjuangan nasional (Martasuta, 2013).
Konsep
inti dari ketahanan nasional yang menginginkan perdamaian dan kedamaian bangsa
ini adalah kemampuan untuk menghalau hambatan, tantangan, dan gangguan yang
datang dari luar maupun dalam negeri. Bak imunisasi yang diberikan kepada
seorang balita, negeri ini juga perlu melakukan “imunisasi” dalam bentuk
imunitas generasi dalam negeri yang berintegrasi. Keberadaan generasi internal
yang kuat dengan keimanan yang kuat akan mengokohkan integrasi nasonal bangsa
ini menuju bangsa dengan sistem kekuatan ketahanan nasional yang mumpuni. Dan
ketahanan nasional sejatinya dimulai dari membentuk ketahanan keluarga, sebab
keluarga adalah tiang ketahanan nasional, keluarga yang kuat akan membentuk
tatanan masyarakat yang kuat pula, dan masyarakat yang kuat akan menghasilkan
bangsa yang kuat.
Meningkatkan Peran Orangtua
Membentuk Keluarga Islam Beriman
Penentu kualitas manusia
dalam sebuah bangsa bertumpu pada dua faktor. Pertama faktor hereditas
atau faktor keturunan. Sejatinya, kita anak bangsa yang hidup di era sekarang,
merupakan manusia-manusia Indonesia berbahan baku kualitas nomor satu. Lahir
dari rahim generasi 1945, cucu dari generasi 1928, dan cicit dari generasi
1912, luar biasa. Tapi mengapa karakter anak bangsa ini tidak sehebat
moyangnya? Perilaku kekerasan, vandalisme, korupsi, dan berbagai perilaku tidak
jujur lainnya telah menjadi sebuah kelatahan kolektif dari anak-anak kita.
Untuk mendapatkan harta, pangkat, jabatan, dan kedudukan tak jarang ditempuh
dengan cara-cara curang ala Machiavelli, bahkan jika perlu menggunakan ilmu
permalingan dan berselingkuh dengan dunia klenik dan mistik. Tak ayal lagi,
negeri ini tak lebih dari sebuah pentas kolosal yang menyuguhkan repertoar
tragis, pilu, dan menyesakkan dada. Kedua, dipengaruhi oleh faktor
pendidikan. Pendidikanlah yang bisa membangun karakter bangsa Indonesia menuju
bangsa maju, bermartabat dan beradab (Kholis,
2010).
Ada empat pola dasar
dalam proses pembinaan akidah pada anak dalam keluarga, yaitu; pertama,
senantiasa membacakan kalimat Tauhid pada anaknya. Kedua, menanamkan
kecintaan kepada Allah dan Rasulnya. Ketiga, mengajarkan Al-Qur’an dan keempat
menanamkan nilai-nilai pengorbanan dan perjuangan. Al-Qur’an membangunkan sebuah keluarga yang
sakinah dan kuat untuk membentuk suatu tatanan masyarakat
yang memelihara aturan-aturan Allah dalam kehidupan. Aturan yang ditawarkan
oleh Islam menjamin terbinanya keluarga bahagia, lantaran nilai kebenaran yang
dikandunginya, serta keselarasannya yang ada dalam fitrah manusia.
Tidak dapat dipungkiri
betapa pentingnya pendekatan agama Islam dalam rangka membangun manusia
seutuhnya. Tidak dapat dibayangkan membangun manusia tanpa agama. Kenyataan
membuktikan bahwa dalam masyarakat yang kurang mengindahkan agama (atau bahkan
anti agama), perkembangan manusianya pincang. Hal ini berlaku di negara-negara
berkembang maupun di negara maju. Ilmu pengetahuan tinggi, tapi akhlaknya
rendah. Kebahagiaan hidup tidaklah mudah dicapainya. Agama menjadi penyeimbang,
penyelaras dalam diri manusia sehingga dapat mencapai kemajuan lahiriah dan
kebahagiaa rohaniyah (Daradjat, 1995).
Pendidikan dan Al-Qur’an
memegang peranan penting dalam membentuk keluarga yang menjadi landasan
pembentukan masyarakat yang bernilai tinggi dan terintegrasi dalam nilai
kebaikan bangsa. Namun, yang menjadi penting dalam hal ini adalah keberadaan conveys agent atau agen penyampai
Al-Qur’an kepada anak-anak agar mereka menjadi generasi yang baik dan beriman,
yakni orang tua. Orang tua memiliki fungsi yang sangat penting di dalam
pembentukan karakter anak yang islami,beriman, cinta tanah air dan menjaga
stabilitas nasional.
Mengenai pengertian orang
tua dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan Orang tua artinya ayah dan
ibu. Orang tua adalah dua
individu yang berbeda memasuki hidup bersama dengan membawa pandangan, pendapat
dan kebiasaan-kebiasaan sehari-hari. Orang tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam
perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu
dari anak‐anak yang dilahirkannya (Astrida, 2012).
Setiap orang tua dalam menjalani kehidupan berumah
tangga tentunya memiliki tugas dan peran
yang sangat penting, ada pun tugas dan peran orang tua terhadap anaknya dapat
dikemukakan sebagai berikut: (1).
Melahirkan, (2). Mengasuh, (3). Membesarkan, (4). Mengarahkan menuju
kepada kedewasaan serta menanamkan norma-norma dan nilai-nilai yang
berlaku. Disamping itu juga harus mampu mengembangkan potensi yang ada pada
diri anak, memberi teladan dan mampu mengembangkan pertumbuhan pribadi dengan
penuh tanggung jawab dan penuh kasih sayang. Anak-anak yang tumbuh dengan
berbagai bakat dan kecenderungan
masing-masing adalah karunia yang sangat berharga, yang digambarkan sebagai
perhiasan dunia. Sebagaimana Firman Allah Swt dalam Al-Quran surat Al-Kahfi
ayat 46.
الْمَالُ وَالْبَنُونَ
زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ
ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلا
Artinya: “Harta
dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amanah-amanah yang kekal
lagi soleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan” (QS."Al-Kahfi: 46).
Salah satu tugas dan peran
orang tua yang tidak dapat dipindahkan adalah mendidik anak--‐anaknya. Sebab orang tua memberi hidup anak, maka mereka
mempunyai kewajiban yang teramat penting untuk mendidik anak mereka. Jadi, tugas
sebagai orang tua tidak hanya sekadar menjadi perantara makhluk baru dengan kelahiran,
tetapi juga memelihara dan mendidiknya, agar dapat melaksanakan pendidikan terhadap
anak--‐anaknya, maka diperlukan adanya beberapa pengetahuan tentang pendidikan.
Rasulullah dalam Hadist
shahih Bukhari Muslim berwasiat, yakni:
“tiada
seorang anak pun yang lahir, kecuali ia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka,
kedua orangtuanya lah yang menjadikan anak itu beragama yahudi, nasrani, atau
majusi”
Pesan hadits yang disampaikan oleh Rasulullah 16
abad yang lalu jelas menyiratkan bahwa arah dan orientasi kehidupan seorang
anak ada di tangan didikan orangtuanya. Anak akan menjadi manusia baik atau
jahat tergantung dari didikan orangtua. Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam
membentuk generasi islam yang mumpuni, cerdas dan berempati. Orangtua
seyogyanya menjadi figur bagi anak-anak era ini yang semakin hilang nalar dan
nurani menjadi generasi islami dan acapkali meninggalkan tradisi-tradisi islam
yang damai dan menyejukkan.
Peran orang tua sangat
dibutuhkan untuk menciptakan keluarga yang beriman. Tanggung jawab orangtua
tidaklah hanya sebatas pada kewajian memberi kebutuhan jasmaniah anak-anaknya,
lebih dari itu, orangtua yang menyadari kewajibannya sebagai orangtua harus
memiliki kepekaan terhadap permasalahan moral anak-anaknya kelak. Beberapa
kewajiban yang dibebankan kepada orangtua untuk menonjolkan perannya sebagai
orangtua terdapat dalam beberapa nukilan Hadits dan Al-Qur’an berikut, yakni:
“Sayangi-lah anak-anak-mu dan berilah mereka pendidikkan yang pantas. Tekunilah
anak-anak-mu dan perbaikilah kesopanan mereka” (HR.Ibnu Majah).
Kemudian dalam suatu riwayat, Rasulullah pernah ditanyai oleh
salah seorang sahabat Beliau, “Ya
Rasulullah , apa hak anak-ku ini ? , Nabi Saw. menjawab , “ memberinya nama
yang baik, mendidik adab yang baik (budi pekerti yang baik) , dan memberikan
kedudukan yang baik (dalam hatimu) (HR. Aththusi ). “Bertaqwalah kepada Allah dan berlakulah adil terhadap anak-anak mu
” ( HR. Bukhari & Muslim).
Beberapa
hal yang dapat dilakukan oleh orangtua agar dapat membentuk keluarga islam
beriman yang di dalamnya terdapat generasi bangsa yang memiliki tanggung jawab
terhadap bangsa dan mempertahankan ketahanan nasional bangsa dalam keadaan yang
kuat, antara lain sebagai berikut;
1.
Menjadi Pembimbing dalam Kegiatan Bersosial dan Adab
Dalam
kegiatan sosial, orang tua harus melatih anak-anak mereka agar mengerti akan
kewajiban hidup bermasyarakat. Orang tua harus membiasakan anak-anaknya untuk
saling menolong, menjenguk saudara dan familynya yang sakit, mengunjunginya
untuk menjalin silaturahim, mencarikan teman sebaya yang membantunya dalam
proses pergaulan positif, menghindari pergaulan yang mengarah ke arah
radikalisme dan perbuatan yang melanggar susila, serta memberi palajaran hidup
bersosial dengan siapa saja agar membiasakan ia bergaul dengan semua orang
namun tetap pada keteguhan iman islamnya.
2.
menjadi panutan dalam Adab dan Sopan Santun
Terkait dengan adab dan sopan santun, maka
orangtua harus menjadi figur bagi anak-anaknya. Membentuk keluarga yangberiman
mestilah dimulai dari kekokohan iman kedua orang Tanya. Orangtua harus
menegakkan peraturan islam di dalam dan di luar rumah, peraturan yang mengikat
diri anak-anaknya, namun tetap pada kualitas pergaulan yang luas kepada semua
orang. Dengan membiasakan adab dan sopan santun kepada anak-anak, maka akan
tumbuh bibit-bibit penggerak masyarakat bangsa yang akan menjaga ketahanan
nasional berada pada posisi yang kuat.
3.
Sebagai Pembina Pribadi Muslim dan Pembentuk Kebiasaan Positif
Orang
tua adalah pembina pribadi pertama dan utama dalam kehidupan anak. Kepribadian
orang tua, sikap, dan cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang
tidak langsung yang secara sendirinya akan merasuki kebiasaan hidup mereka.
Sebagai orang tua yang luar biasa adalah orang tua yang mampu menjadi contoh
bagi anak-anaknya. Orang tua harus menjadi contoh kepribadian muslim bagi
anak-anaknya, harus manjadi contoh dan figur pergaulan tanpa pandang bulu bagi
anak-anaknya. Orangtua harus memaksimalkan fungsi dan perannya sebagai ujung
tombak keluarga dalam pembentukan karakter muslim yang positif dengan
membiasakan think as a moslem for the
entire human race.
Konklusi: Keluarga Beriman, Untuk
Indonesia Aman
Keluarga
menjadi pilar peting dalam menciptakan tatanan sebuah bangsa yang aman, damai,
tenteram, dan memiliki integritas yang tinggi dalam bidng kemanusiaan karena
dari keluarga idaman akan terbentuk tatanan masyarakat idaman, kemudian dari
kumpulan masyarakat idaman akan terbentuk sebuah tatanan bangsa yang aman pula.
Sebuah bangsa yang aman akan menciptakan sistem pertahanan dan ketahanan negara
yang baik dan kokoh. Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa
yang berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan
kekuatan nasional dalam menghadapi dan menghadapi segala bentuk ancaman,
gangguan, hambatan dan tantangan,baik dari dalam maupun luar negeri, baik
langsung maupun tidak langsung, yang membahayakan identitas, integritas,
kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam mencapai tujuan nasional. Ketahanan
nasional harus dimulai dari membangun ketahanan diri sendiri, keluarga, dan
lingkungan, apakah itu lingkungan tempat tinggal, lingkungan masyarakat,
lingkungan pendidikan, lingkungan kerja, dan berlanjut di lingkungan wilayah
yang pada akhirnya akan bermuara pada satu titik, yakni ketahanan nasional
(Kodim 0731, 2012).
Setiap anggota keluarga harus senantiasa berusaha
dekat kepada Allah dengan cara melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya,
sebab dengan kedekatan kepada Allah akan terwujud nilai-nilai keimanan dan
ketaqwaan yang dapat mempermudah penyelesaian urusan/permasalahan dalam rumah
tangga serta mendatangkan rahmat dan berkah dari Allah Swt. Rumah tangga yang
beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt, maka akan menjadi keluarga yang
dipermudah oleh Allah segala urusannya. Jikalau niat orang tua dalam membina
keluarga adalah untuk menghasilkan generasi yang kokoh iman dan taqwanya guna
menjadi generasi yang memiliki konsistensi tinggi dalam menjaga kesatuan dan
persatuan bangsa menuju bangsa dengan sistem ketahanan nasional yang kokoh,
maka Allah akan menjadikan keluarga itu sebagai keluarga yang dipermudah
urusannya untuk mewujudkan keinginan tersebut.
Keluarga
dalam lingkungan yang lebih besar tidak hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak (nuclear family) akan tetapi menyangkut
hubungan persaudaraan yang lebih besar lagi (extended family), baik hubungan antara anggota keluarga maupun
hubungan dengan lingkungan masyarakat. Keberhasilan orang tua membentuk keluarga beriman akan menjadi cermin kepada
anak-anak apabila mereka juga membina sebuah keluarga suatu masa kelak. Oleh
kerana itu, orang tua seharusnya menjadi contoh teladan yang baik sepanjang
masa kepada kehidupan anak-anak. Perkara ini penting karena ia akan
mempengaruhi kelangsungan hidup generasi seterusnya secara turun temurun, karena
kemerosotan akhlak pada hari ini sudah pasti akan menyumbang kepada kerusakan
akhlak pada masa akan datang. Jika figur
keteladanan menghilang, akibatnya anak-anak pula yang menjadi korban kelalaian
tersebut, dan dampak berkepanjangannya adalah terbentuknya tatanan masyarakat
yang rapuh dan lemah fondasi ketahanan nasionalnya. Indonesia yang aman adalah
sebuah impian. Keluarga islam yang beriman yang dibentuk berdasarkan nilai-nlai
islam yang damai oleh orang tua akan memproduksi lahirnya generasi-generasi
bangsa islami yang mampu menjaga kondisi bangsa Indonesia tetap pada landasan
falsafah yang menjaga integrasi bangsa dan menjaga Indonesia tetap dalam
kondisi yang aman.
Daftar Referensi
Al-Qur’an dan
Al-Hadits, The Way of Life of The Moslem
Astrida.
2012. Peran dan Fungsi Orang Tua Dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak.
Banyuasin: SMP Sandika
Daradjat,
Zakiyah. 1995. Ketenangan dan Kebahagiaan Dalam Keluarga. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Kholis, Nur.
2010. Keluarga Sebagai Pilar Pendidikan Karakter. Semarang: Universitas Ahmad
Dahlan
Martasuta,
Umar Djani. 2012. Ketahanan Nasional. Bandung: UPI Bandung.
UU No.02
Tahun 1989 Tentang sistem Pendidikan Nasional
Kodim-0731.blogspot.com/2012/02/membangun-karakter-untuk-masa-depan-dan.html?m=1
*) Penulis adalah Guru SMA Swasta Tunas Baru Babalan, Kab. Langkat,
Sumatera Utara