Friday, 2 September 2022

 SEMINAR DAN SOSIALISASI BUDAYA POSITIF DI SMAN 1 TAMIANG HULU

oleh: Muhammad Akbar

Sekolah merupakan ruang untuk mempertemukan berbagai jenis kepribadian dan passion yang menyatu dan membentuk entitas akademik dan budaya yang teratur sesuai dengan tuntutan pendidikan masa kini. Sekolah bagaikan sepetak tanah yang tersedia untuk berbagai jenis bibit yang ingin ditanami untuk menumbuhkan tumbuhan dengan hasil yang berkualitas. Sekolah berisi individu-individu yang saing berinteraksi, berkomunikasi, dan berkolaborasi membentuk komunitas berbasis ilmu dan pegetahuan disertai kebiasaan dan adab. Di sekolah juga segala jenis kebiasaan akan menjadi budaya dan kultur dalam bertindak serta bertingkah laku. Budaya yang diharapkan di sekolah juga adalah budaya yang merangkai seperangkat anasir baik dan positif, sehingga terbentuk budaya positif. Budaya positif di sekolah adalah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada siswa, agar siswa dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab, kritis dan penuh hormat. Aktivitas sehari-hari sebagai guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran terkadang ada kebiasaan yang tidak berpusat pada murid atau berhamba pada murid, atau pula terkadang sudah ada kebiasaan yang benar-benar pembelajaran perpusat pada murid; membuat guru dalam perannya tidak memiliki kebiasaan baik atau karakter yang kuat untuk dilestarikan agar benar-benar menjadi tradisi atau budaya positif di sekolah atau di kelas bahkan di luar sekolah.

Budaya Positif di sekolah bisa jadi merupakan barang lama dengan elaborasi jenis kebiasaan yang baru. Budaya Positif harus dapat dijalankan di sekolah untuk membentuk komunitas yang jika keluar dari lingkungan sekolah tetap memiliki kultur laku yang positif pula di tengah-tengah masyarakat. Dalam upaya untuk membangun budaya positif disekolah, guru harus bekerja sama dengan kepala sekolah serta orang tua. Guru harus memiliki peran kunci dalam pengembangan disiplin positif dengan menciptakan ruang kelas yang berpusat pada peserta didik. Guru melibatkan dan bekerjasama dengan orangtua dalam penerapan disiplin positif.

Dalam penerapan budaya positif di sekolah, ada hal-hal yang harus diperhatikan oleh guru, yakni disiplin positif, memahami kebutuhan dasar manusia, menerapkan nilai-nilai kebaikan universal, dan menetapkan posisi kontrol guru untuk menyelesaikan dan mencari solusi bersama siswa dalam kegiatan restitusi agar budaya keyakinan kelas sebagai bentuk konsekuensi positif bersama dapat dijalani dengan baik.

Oleh arena itu, pentingnya budaya positif ini diterapkan di sekolah mendorong saya untuk mensosialisasikan nilai-nilai budaya positif dalam bentuk seminar dan sosialisasi di SMAN 1 Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang pada Jumat, 02 September 2022 tepat di peringatan Hari Pendidikan Daerah Aceh.

Semoga Kegiatan ini memberi dampak baik yang positif pada semuanya. Video kegiatan dapat ditonton dari link berikut: https://www.youtube.com/watch?v=ohcVRqfbR-M

 






Monday, 22 October 2018

PENGELOLAAN SANITASI SEKOLAH DASAR MELALUI PROGRAM NASIONAL SEKOLAH BERSIH, HIGIENIS, DAN SEHAT (PRONASIHAT)

Oleh: Muhammad Akbar*)
(makbarspd@gmail.com/082277176651

Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2018 sudah diputuskan oleh Presiden bersama para menteri pembantu Presiden. Dalam keterangan pers yang dipaparkan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brojonegoro, bahwa Pemerintah memutuskan untuk memangkas kebijakan prioritas nasional dari yang sebelumnya sebanyak 23 prioritas, menjadi 10 prioritas saja. Hal tersebut dilakukan sebagai salah satu upaya pemerintah untuk mempertajam penggunaan anggaran. Adapun 10 prioritas nasional tersebut meliputi Pendidikan; Kesehatan; Perumahan dan Permukiman; Pengembangan Dunia Usaha dan Pariwisata; Ketahanan Energi; Ketahanan Pangan; Penanggulangan Kemiskinan; Infrastruktur, Konektivitas, dan Kemaritiman; Pembangunan Wilayah; serta Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan[1].
Bidang pendidikan dan kesehatan menjadi dua bidang yang menempati posisi puncak dalam piramida skala prioritas nasional tahun 2018 mendatang. Menarik bila ditelisik lebih jauh, sebab kedua bidang ini memang seyogyanya saling bertautan secara positif dan harusnya berjalan seirama. Program prioritas untuk pendidikan misalnya, dalam Perpres Nomor 79 tahun 2017 dipaparkan selain memprioritaskan pendidikan vokasi dan distribusi guru, program prioritas pendidikan juga menjadi program yang diselengarakan disemua jenjang pendidikan mulai dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, baik formal maupun nonformal, selanjutnya program prioritas ini juga bertujuan untuk meningkatkan penjaminan mutu pendidikan, pengembanga pembelajaran berkualitas, dan inovasi. Semetara itu, prioritas nasional bidang kesehatan pada tahun 2018 terdapat tiga program prioritas yaitu Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak, Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit, dan Preventif Promotif (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat).
Pada dasarnya, dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara sebab pendidikan adalah wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumberdaya manusia. Kendatinya pendidikan dilahirkan untuk memperbaiki segala kebobrokan yang sudah menggumpal di segala sendi kehidupan bangsa ini. Pendidikan dimulai pada saat anak sudah bisa melihat, mendengar, serta berbicara. Saat itu anak mulai dididik dengan pola pendidikan alami dengan mencontoh apa yang mereka lihat dan dengar. Pada tahapan yang lebih konkret, pendidikan kognitif aktif dimulai pada masa pendidikan dasar atau pada rentang usia 6-12 tahun ketika anak berada di lembaga pendidikan sekolah dasar (SD).
Pertumbuhan fisik anak pada usia SD cenderung lebih lambat dan konsisten bila dibandingkan dengan masa usia dini. Rata-rata anak usia SD mengalami penambahan berat badan sekitar 2,5-3,5 kg, dan penambahan tinggi badan 5-7 cm per tahun (F.A Hadis, 1996). Menurut teori Piaget, pemikiran anak masa sekolah dasar disebut juga pemikiran operasional kongkrit (concrete operational thought), artinya aktivitas mental yang difokuskan
pada objek-objek peristiwa nyata atau kongkrit. Dalam upaya memahami alam sekitarnya mereka tidak lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari panca indera, karena anak mulai mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan sesungguhnya (logikanya)[2].
Masalah pendidikan bertalian erat dengan masalah kesehatan sebab wadah dan jenis kegiatan yang mengakomodir kedua sektor ini juga memiliki keterkaitan. Dalam tujuan pembangunan nasional, anak merupakan harapan untuk memajukan bangsa dan sekolah merupakan tempat ideal dalam menciptakan kesadaran anak untuk menjaga kesehatannya karena sebagian waktu anak dihabiskan di sekolah. Jadi, kolaborasi sektor pendidikan dan kesehatan sejatinya menciptakan sebuah tatanan kesadaran kesehatan untuk anak sedini mungkin, paling tidak dimulai ketika tahapan kognitif dan psikomotorik anak sudah sampai pada fase penggunaan logika yang mumpuni di rentang usia sekolah dasar (SD).
Mewujudkan Program Pembangunan Prioritas Lewat Sekolah Dasar
Data per-September 2017 menunjukkan seluruh sekolah disemua jenjang sebanyak 35% sekolah tak punya akses ke air bersih layak atau tak ada akses sama sekali. Kondisi sanitasi sekolah yang genting ini harus segera diselesaikan. Berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) 2016, sebanyak 35% sekolah tidak memiliki sumber air bersih yang cukup. Sementara, 12% sekolah tidak memiliki toilet. Sebanyak 31% sekolah tidak memiliki toilet yang
layak. Pada jenjang sekolah dasar (SD), mengambil data statistik yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pusat Data dan Statistik (Pusdadik) Kemdikbud pada medio 2017 di lapangan ternyata jumlah SD yang memiliki kecukupan terhadap air bersih baru mencapai 84,51 % sisa 15,49% SD bahkan belum meiliki akses air bersih. Sementara itu, jumlah SD yang
memiliki toilet berkisar 70,88% dan sisa 29,12% SD belum sama sekali memiliki toilet sebagai sarana sanitasi sekolah yang wajib ada (Kemdikbud, 2017). Padahal, akses jamban, air bersih, dan tempat cuci tangan merupakan tiga indikator pada Sustainable Development Goals  (SDGs) yang mesti dicapai pada 2030. Program sanitasi sekolah merupakan bagian dari program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Pengelolaan UKS merupakan ranah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, dan Bappenas[3].
Sustainable Development Goals  (SDGs) yang harus dicapai pada tahun 2030 memiliki 15 indikator utama yang harus dipenuhi oleh negara-negara yang bersama-sama meratifikasi arah kebijakan pembangunan milenial ini, yaitu; No Poverty; Zero Hunger; Good Health and Well-Being; Quality Education; Gender Equality; Clean Water and Sanitation; Affordable and Clean Energy; Decent Work and Economic Growth; Indstry, Innovation, and Infrastructure; Reduce Inequalities; Sustainable Cities and Communities; Resposible Consumption and Production; Climate Action; Life Below Water; Life on Land Peace; Juctice and Strong Institution; and Partnerships fo the Goals (UNDP, 2017).
Bidang Pendidikan dan kesehatan yang dijadikan dua bidang prioritas nasional dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2018 tampaknya setali tiga uang dengan beberapa indikator SDGs. Untuk bidang pendidikan pemerintah menghendaki untuk meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri begitu juga dengan program SDGs yang menginginkan adanya increase of quality education (peningkatan kualitas pendidikan), untuk bidang kesehatan pemerintah menginginkan adanya peningkatan kesehatan Ibu dan anak, pencegahan dan penanggulangan penyakit, dan preventif promotif (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) yang diakomodir dalam SDGs poin ke 3 tentang kesehatan dan kesejahteraan  dan poin ke 6 tentang air bersih dan sanitasi.
Sekolah Dasar merupakan wadah yang tepat untuk dijadikan pionir untuk menerapkan kolaborasi beberapa poin pembangunan dalam RKP 2018 dan SDGs 2030. Dalam data pokok pedidikan (Dapodik) per Oktober 2017 jumlah sekolah dasar negeri maupun swasta sebanyak 148.529 atau 68% dari keseluruhan jumlah semua jenjang sekolah di Indonesia dengan jumlah siswa 25.307.472 jiwa atau sebanyak 56% dari seluruh anak usia sekolah 6-18 tahun. Dengan kata lain proporsi sekolah dan siswa SD amatlah tinggi, dan jika Program Nasional Sekolah Bersih, Higienis, dan Sehat (Pronasihat) diterapkan mulai dari jenjang SD, maka angka ketercapaian pembangunan prioritas pemerintah yang tertuang dalam RKP 2018 akan sangat meningkat signifikan begitu juga dengan ketercapaian program SDGs.
Sekolah Dasar bisa menjadi tempat untuk membangun sistem sanitasi terpadu untuk mendukung terciptanya tatanan masyarakat yang sehat sejak dini, pronasihat adalah salah satu kegiatan promotif yang melibatkan seluruh sekolah dasar dan siswanya dalam berbagai kegiatan preventif penyakit dan menjaga kebersihan, dengan itu maka program pemerintah dalam bidang kesehatan yang menghendaki adanya gerakan masyarakat hidup sehat melalui kegiatan preventif promotif dapat terealisasi melalui sekolah dasar dan pada akhirnya siswa sekolah dasar akan dapat meningkatkan taraf kualitas pendidikan dan pembelajaran dengan kondisi kesehatan dan sanitasi sekolah yang baik.
Pronasihat dan Pengelolaan Sanitasi Berbasis Multi-Stakeholder untuk mendukung PHBS
Anak-anak sekolah harus ditanamkan Anak sekolah rentan terhadap masalah kesehatan dan juga berada pada kondisi yang sangat peka terhadap stimulus sehingga mudah dibimbing, diarahkan dan ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, termasuk kebiasaan untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. Pada umumnya anak-anak seusia ini juga memiliki sifat selalu ingin menyampaikan apa yang diterima dan diketahuinya dari orang lain, terutama pada anak usia 9 – 12 tahun yang dalam tingkatan Sekolah Dasar (SD) biasanya pada kelas 4 – 6. Menurut Samatowo (2006) anak-anak pada usia tersebut berada pada kelas tinggi, yang memiliki rasa ingin tahu, ingin belajar dan minat terhadap sesuatu. Selain itu anak kelas tinggi ini telah mulai mandiri dan memiliki rasa tanggung jawab pribadi serta telah menunjukkan sikap kritis dan rasional. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku adalah: faktor pendukung (Predisposing Factors) yaitu: sikap. Faktor pemungkin (Enambling factors) adalah faktor yang memungkinkan atau yang mefasilitasi perilaku atau tindakan antara lain umur dan pendidikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku dalam PHBS ditentukan oleh sikap, umur dan pendidikan
Sekolah selain berfungsi sebagai tempat pembelajaran juga dapat menjadi ancaman penularan penyakit jika tidak dikelola dengan baik. Lebih dari itu, usia sekolah bagi anak juga merupakan masa rawan terserang berbagai penyakit oleh karenanya PHBS menjadi sebuah kewajiban yang harus dijalankan di sekolah. PHBS adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikas, memberikan informasi dan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, sehingga membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalah sendiri, dalam tatanan rumah tangga, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara, dan meningkatkan kesehatan.
Perilaku hidup bersih dan sehat  (PHBS) harus menjadi kerangka kerja utama dalam pronasihat. Pada tatanan sekolah terdapat 8 indikator untuk perilaku hidup bersih dan sehat yaitu: jajan di kantin sekolah, mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun, menggunakan jamban
sehat, mengikuti kegiatan olah raga dan aktivitas fisik di sekolah, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di sekolah, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan, serta membuang sampah pada tempatnya (Depkes RI, 2007). Sistem sanitasi terpadu sekolah dasar merupakan media untuk sekolah dapat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat kepada siswa dan pronasihat adalah program preventif promotifnya. Untuk meningkatkan dan menguatkan kualitas pengelolaan sanitasi sekolah dasar dibutuhkan kerjasama multi  stakeholder. Banyak pihak yang harus dilibatkan dalam pengelolaan sanitasi sekolah dasar agar tercipta sekolah yang bersih, higienis, dan sehat.
Berikut diagram Program Nasional Sekolah Bersih, Higienis, dan Sehat dalam hubungannya dengan penguatan pengelolaa sanitasi sekolah di SD.


















Adapun pengelolaan sanitasi sekolah dasar memegang peran amat besar dalam melindungi siswa dari kemungkinan penularan penyakit yang bersumber dari lingkungan sekolah. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus ditanamkan sejak usia dini, sekurang-kurangnya pada masa sekolah dasar. Hal ini dapat dilakukan
baik melalui poster, praktikum dan pengelolaan sanitasi sekolah. Poster tentang PHBS dapat dipajang di manapun dalam lingkungan sekolah. Sedangkan praktikum dapat dapat dilakukan melalui kegiatan rutin setiap minggu, seperti gosok gigi yang benar, pemeriksaan kebersihan kuku dan rambut.
Pengelolaan sanitasi sekolah dasar harusnya dilakukan oleh berbagai stakeholder pendidikan dan nonpendidikan. Membentuk panitia Sekolah Sehat yang terdiri dari unsur sekolah dan masyarakat merupakan sebuah keharusan sebagai bentuk kontrol terhadap institusi pendidikan yang ada di Indonesia. Kepala sekolah dasar yang mangkir dan tidak memenuhi syarat sekolah sehat harus dicopot dari jabatannya seagai kepala sekolah yang tidak bisa memberikan layanan sanitasi terbaik bagi siswa yang ada di sekolah. Selain itu pelibatan pihak swasta dan dinas kesehatan juga merupakan sebuah keharusan sebab semua pihak harus berdiri sama tegak dan berkontribusi yang sama untuk program nasional sekolah bersih, higienis, dan sehat. Jika semua pihak berpadu melaksanakan program sekolah bersih, higienis, dan sehat, maka secara otomatis akan meningkatkan penguatan pengelolan sanitasi sekolah itu sendiri. Dengan kuatnya pengelolaan sanitasi di sekolah maka akan meningkatkan tingkat kesehatan siswa yang secara otomatis akan berdampak positif pada peningkatan kualitas pembelajaran.

*) Penulis adalah Alumni Universitas Negeri Medan
Referensi:
Dep Kes RI. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007. Jakarta: Kemenkes RI
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Statistik Sekolah Dasar (SD) 2016/2017. Jakarta: Pusat Data dan Statistik (Pusdadik)
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Samawoto, Usman. 2006. Bagaimana Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.
UNDP. 2017. Sustainable Development Goals booklet
[3] http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/17/09/22/owoldh438-sebanyak-35-persen-sd-tak-punya-sumber-air-bersih

Sunday, 21 February 2016

ARTIKEL TERBAIK PADA PERLOMBAAN LKTI KOTA SUBULUSSALAM 2015

MEMBANGUN EKONOMI KOTA SUBULUSSALAM MELALUI OPTIMALISASI POTENSI SEKTOR AGROINDUSTRI

Oleh: Muhammad Akbar, S.Pd
(Guru Geografi SMA Negeri 1 Tamiang Hulu, Aceh Tamiang, Provinsi Aceh)
NIP. 199011102015031004


Kota, sebuah lansekap artifisial yang kompleks ini adalah satu dari sekian banyak tempat yang menjadi buah budaya manusia dalam melakukan akselerasi kehidupan serta pembangunan yang terstruktur dan multidimensional. Hakikatnya kota dibangun sebagai “kiblat” dari segala jenis kegiatan ekonomi multisektor, menjadi pembanding tahapan pembangunan bagi daerah-daerah sub-urban dan pheripheri (daerah pinggir) di sekitarnya. Dalam pembangunan wilayah, setiap kota sejatinya memiliki fungsi yang berbeda dikarenakan potensinya yang berbeda pula sehingga kebutuhan akan pesediaan fasilitas kota juga berbeda-beda. Karena fungsi yang berbeda, maka kebijakan pembangunan kota juga berbeda sesuai dengan fungsi dan potensinya. Arah kebijakan pembangunan kota acapkali disandingkan dengan pemusatan industri dan teknologi non-agraris. Bahkan, jika dominasi pertanian atau sektor agraria masih menyelimuti wajah sebuah daerah maka belum layak dinamakan sebuah kota. Padahal, di banyak tempat dapat ditemui kota-kota yang berkembang pesat sebagai pusat pembangunan ekonomi agraria, sebut saja Malang dan beberapa kota seperti Kota Batu di Jawa Timur dan Kota Pematang Siantar di Sumatera Utara.
Memang sebuah kota akan identik dengan perkembangan ekonomi berbasis kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan juga kota identik dengan pembangunan industri berbasis mesin yang teraglomerasi. Namun, bukan berarti potensi tiap kota bisa digeneralisasi mengikuti homogenitas kegiatan industri kota-kota lain di beberapa belahan dunia, sebab pada hakikatnya setiap kota memiliki karakteristiknya masing sesuai topologi wilayah, geografi, dan potensi dominannya. Pasca disahkannya Undang-Undang yang mengatur otonomi daerah, banyak wilayah di Indonesia melakukan pemekaran apakah itu menjadi kabupaten ataupun kota yang baru, salah satunya kota Subulussalam di propinsi Aceh. Subulussalam termasuk ke dalam kategori very young city, terbentuk 8 tahun lalu melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2007 tepatnya pada 2 Januari, Subulussalam resmi memisahkan diri dari Kabupaten Aceh Singkil yang dulu menaunginya. Kota Subulussalam membutuhkan faktor-faktor pembangunan yang mampu menopang kota ini bak sebuah bangunan yang kokoh, indah, kuat yang tidak hanya mampu melindungi seluruh masyarakat dari berbagai ancaman alam, sosial, dan ekonomi juga mampu memberikan pengaruh positif bagi wilayah terdampak di sekitarnya.
Agroindustri, Potensi Menjanjikan untuk Pembangunan Ekonomi Subulussalam
Agroindustri adalah sebuah konsep ekonomi yang memadukan antara agro (pertanian, perkebunan, dan peternakan) dan industri (pengolahan hulu-hilir), lahir dari sebuah revolusi pertanian yang bergerak maju menerobos ranah industri sehingga menghasilkan sebuah tatanan perekonomian kompleks yang memadukan beberapa sektor vital. Nilai strategis agroindustri terletak pada posisinya sebagai jembatan yang menghubungkan antar sektor pertanian pada kegiatan hulu dan sektor industri pada kegiatan hilir[1]. Keuntungan yang dapat diterima dari pengelolaan dan pengembangan sektor agroindustri secara mapan adalah meningkatnya jumlah keterserapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan petani, peningkatan volume ekspor dan impor yang menjangkau pangsa pasar domestik maupun mancanegara, meningkatkan nilai tukar produk hasil pertanian, dan pemantapan ketersediaan bahan baku industri. Agroindustri sangat bernilai penting bagi pembangunan kota Subulussalam, sebab modal utama untuk membangun kekuatan sistem ekonomi berbasis agroindustri di Subulussalam amatlah besar.
Potensi fisik wilayah Subulussalam juga sangat menjanjikan sebagai modal pembangunan berbasis agroindustri, Subulussalam memiliki topografi berkisar antara <25 – 700 meter (dml), kemudian kondisi geologi dan batuan yang  tersebar di wilayah kota Subulussalam berupa endapan alluvial pantai, alluvial muara sungai, dan endapan alluvial[2]. Kondisi fisik wilayah seperti ini adalah kondisi potensial untuk daerah pengembangan pertanian seperti padi, jagung, ubi sebagai bahan baku industri pangan, juga cocok sebagai lahan perkebunan seperti sawit, karet, dan kayu sebagai bahan baku industri CPO, kosmetik, ban, dan bahan baku industri meubel. Daerah dengan topografi sedang yang dimiliki oleh Subulussalam juga merupakan daerah potensial untuk pengembangan peternakan sebagai bahan baku industri pangan hewani, disertai dengan sungai besar yang mengaliri kota ini sangat potensial sebagai kawasan pengembangan industri perikanan sungai berbasis pengelolaan masyarakat.
Mengoptimalkan Pembangunan Menuju Subulussalam Kota Agropolitan
Sebab Agroindustri adalah industri yang mengelola hasil pertanian, perkebunan, dan perternakan sebagai bahan yang diolah,  dan jika menilik potensi Subulussalam dalam bidang ke-agro-an sangatlah besar, maka beberapa jenis agroindustri yang dapat dikembangkan oleh pemerintah Kota Subulussalam diantaranya:
1. Industri Pengolahan Hasi Pertanian Pangan
Dalam subsistem agroindustri ini, pemerintah Subulussalam melakukan pembangunan sarana pengolahan hasil pertanian pangan berupa pembangunan sentra pengolahan palawija dan tanaman kaya karbohidrat. Topologi wilayah yang termasuk dalam dataran rendah memungkinkan untuk dijadikan sentra pertanian pangan termasuk membangun kawasan industri pengolahan hasil pangan di kota Subulussalam.
2. Industri Pengolahan Hasil Perkebunan
Tetangga kota Subulussalam seperti Aceh Singkil, Aceh Selatan, dan tepi barat Sumatera Utara sudah pasti menjadikan Subulussalam sebagai “magnet” pemasaran hasil perkebunan mereka di samping Subulussalam yang juga sebagai penghasil. Potensi mencolok ini adalah modal besar Subulussalam untuk membangun sentra pengolahan CPO menjadi produk olahan seperti minyak goreng, sabun, bahan baku kosmetik, dan hasil olahan lainnya. Sentra pengolahan CPO di Kota Subulussalam akan menjadi magnet bagi daerah sekitarnya untuk memasok bahan baku, di sisi lain Subulussalam diuntungkan dengan adanya jalur perdagangan yang menguntungkan penduduk di jalur transit. Kemudian, hasil olahan menjadi modal besar bagi Subulussalam untuk menjadi kawasan industri dan salah satu kawasan Agropolitan.
3. Industri Pengolahan Hasil Perikanan Sungai dan Peternakan
Potensi perairan darat dapat dijadikan lahan bagi penduduk untuk membangun tambak/keramba ramah lingkungan di Subulussalam. Peduduk dioptimalkan dan diberdayakan untuk mengelola sungai sebagai sumber mata pencaharian, dan hasilnya dijadikan bahan baku industri perikanan sungai baik hulu maupun hilir untuk keperluan perdagangan. Lalu untuk peternakan, Subulussalam melalui dinas terkait membuat sentra peternakan kecil dan besar guna memasok kebutuhan industri yang membutuhkan bahan baku hasil peternakan seperti daging.
Subulussalam mempunyai hasrat yang sangat kuat untuk mewujudkan diri  sebagai Kawasan Industri Baru (KIB) karena memiliki peluang besar, karenanya optimalisasi potensi sektor agroindustri kota Subulussalam sedini mungkin harus mendapatkan perhatian dalam rancangan pembangunan jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Dengan luas hanya 1.391 km dan jumlah penduduk 65.000 jiwa, maka target pembangunan Subulussalam harus benar-benar realistis dan terpadu. Salah satu potensi ekonomi yang realistis bagi Subulussalam adalah sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan sungai. Bukanlah suatu aib jika fokus pembangunan kota bertumpu pada pengolahan hasil “agro” sebab Agropolitan adalah sebuah kota masa depan yang sangat diharapkan.

  

­[1] Wikipedia.com/agroindustri

Sunday, 14 February 2016

MENINGKATKAN PERAN ORANGTUA MEMBENTUK KELUARGA ISLAM BERIMAN SEBAGAI PILAR KETAHANAN UNTUK INDONESIA AMAN


Oleh: MUHAMMAD AKBAR, S.Pd.*)

Pendahuluan
Krisis moral, menurunnya rasa saling menghormati antar remaja dan anak-anak Indonesia dewasa ini sudah amat sangat meresahkan. Maraknya pergaulan bebas yang mengarah kepada tindakan pornografi dan pornoaksi, mode bergaya yang sudah lagi tidak sesuai tradisi Islami, penyalahgunaan narkoba, sampai pada aksi kriminal yang anarki  semakin membuat masa depan bangsa ini kian carut marut. Ditengah kepercayaan terhadap beberapa tingkah polah ulil amri yang tak seperti yang diimpikan dan semakin maraknya berbagai tontonan yang tak menuntun membuat pintu kehancuran bangsa ini semakin terbuka lebar. Beberapa masalah ini jika dibiarkan secara berlarut-larut tanpa penanganan yang baik dan tepat oleh tangan-tangan yang tepat akan mempercepat runtuhnya pertahanan negara dan akan membuat negara kian melemah serta tidak kondusif dikarenakan generasi harapan bangsa yang diharapkan mampu menjadi insan beriman, bertaqwa, amanah, dan selalu menjaga stabilitas negara hancur karena liarnya pergaulan yang mengarah pada disintegrasi nasional bangsa.
Nasib sebuah negara/bangsa sepuluh hingga dua puluh tahun ke depan dapat diketahui dengan melihat kondisi remajanya saat ini. Ibarat kata pepatah “apa yang ditanam hari ini akan dituai esok hari”. Jadi, jika kondisi remaja dan anak-anak bangsa saat ini mengalami degradasi moral dan lebih mengarah kepada hal-hal yang bersifat disintegratif, maka ke depan bangsa itu tidak akan berkembang secara baik, apakah itu perkembangan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, pembangunan sumberdaya manusia, maupun dalam bidang ketahanan nasional.
Untuk masalah ketahanan nasional misalnya, ia harus dimulai dari membangun ketahanan diri sendiri, keluarga, dan lingkungan, apakah itu lingkungan tempat tinggal, lingkungan masyarakat, lingkungan pendidikan, lingkungan kerja, dan berlanjut di lingkungan wilayah yang pada akhirnya akan bermuara pada satu titik, yakni ketahanan nasional (Kodim 0731, 2012). “Dimulai dari diri sendiri, keluarga, dan lingkungan”, ada hal yang sangat menarik dari pernyataan tersebut. Seseorang hidup sebagai individu yang tumbuh, lalu dewasa, dan tua meninggalkan rekam jejak yang akan dikenang dan atau ditiru serta diteruskan oleh orang lain yang melihatnya. Setiap manusia pasti menjadi tua dan akan menjadi orangtua bagi anaknya atau anak-anak orang lain di sekitarnya. Istilah “dari diri sendiri, keluarga, dan lingkungan” adalah sebuah frasa yang menunjukkan siklus hiup manusia secara biologis dan sosial, bagaimana dia tumbuh menjadi diri sendiri dan memiliki keluarga lalu berbaur dengan lingkungan sebagai bentuk sebuah tatanan integrasi berbangsa dan bernegara. Dimulai dari diri sendiri, bukan berarti seseorang dapat memulai membentuk jati dirinya menjadi baik atau jahat karena kemampuan “adaptasi tunggalnya”, melainkan dari proses hidupnya yang mencontoh orang yang lebih tua darinya. Setelah itu, seseorang akan tumbuh menjadi dewasa dan berkeluarga, tumbuh menjadi seorang tua yang juga nanti akan menjadi contoh bagi anak muda lainnya. Menjadi contoh di rumah dan di luar rumah (lingkungan).
Dalam kasus menciptakan ketahanan nasional harus dimulai dari unit terkecil dalam sistem masyarakat, yakni diri sendiri dan keluarga serta lingkungan. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Keluarga berfungsi sebagai “transmiter budaya atau mediator” sosial budaya bagi anak. Titik tolak terpenting dalam hal ini sebenarnya adalah orangtua. Bagaimana orangtua menjadi transmitter sikap yang baik kepada anak-anak yang sekarang telah kehilangan figur kebaikan di dalam dirinya, juga bagaimana orangtua mampu menjadi contoh tauladan yang baik bagi remaja yang dewasa ini mulai kehilangan arah hidup dan cenderung jauh dari nilai kehidupan yang berorientasi pada penciptaan iklim berbangsa yang kondusif dan memiliki ketahanan nasional yang kuat. Orangtua menjadi pilar utama untuk membentuk generasi muda yang mampu menjadi “diri sendiri”, orangtua juga pilar dari terbentuknya anak-anak bangsa yang memiliki kepekaan terhadap lingkungan kehidupannya terutama dalam hal menciptakan sistem ketahanan negara yang unggul.
Keluarga: Tiang Ketahanan Nasional
Keluarga merupakan kelompok terkecil dalam sebuah tatanan masyarakat. Oleh karena masyarakat adalah himpunan dari beberapa keluarga maka baik buruknya sebuah masyarakat sangat bergantung kepada baik buruknya keluarga. Keluarga yang baik adalah awal dari masyarakat yang sejahtera. Sebaliknya, keluarga yang amburadul adalah pertanda hancurnya sebuah masyarakat. Individu-individu yang baik akan membentuk keluarga yang harmonis. Keluarga-keluarga yang harmonis akan mewujudkan masyarakat yang aman dan damai. Selanjutnya masyarakat-masyarakat yang damai akan mengantarkan kepada negara yang kokoh dan sejahtera. Maka, jika ingin mewujudkan negara yang kokoh dan sejahtera bangunlah masyarakat yang damai. Dan jika ingin menciptakan masyarakat yang damai binalah keluarga-keluarga yang baik dan harmonis.
Mengingat begitu pentingnya peranan keluarga dalam menciptakan masyarakat yang baik dan sejahtera maka Islam memberikan perhatian yang sangat besar pada pembinaan keluarga. Karena seperti disinggung di atas- seandainya instrumen terpenting dalam masyarakat ini tidak dibina dengan baik dan benar, adalah mustahil mengharapkan terwujudnya sebuah tatanan masyarakat idaman. Membentuk keluarga yang terlindungi dari segala bentuk kejahatan dan azab untuk bekal menciptakan tatanan masyarakat yang baik telah jauh hari di perintahkan oleh Alloh azza wajalla dalam Al-Qur’an, yakni:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
 Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. At-Tahrim: 6).
Menjaga diri dan keluarga dari api neraka adalah bentuk dari ketaatan pada Allah dan menjauhi segala keburukan yang dilarang-Nya. Menjauhi larangan yang bersifat buruk, buruk dalam segala hal, baik keburukan pada diri sendiri, keluarga, maupun lingkungan yang bisa menjalar pada tatanan yang lebih tinggi. “Peliharalah dirimu dan keluargamu” adalah pesan kepada orangtua yang memiliki tanggung jawab untuk menjaga diri dan keluarganya. Efek samping dari kewajiban ini adalah akan terciptanya keluarga beriman yang harmonis dan dekat dengan nilai-nilai keislaman yang konstruktif positif terhadap pembangunan bangsa. Apa yang dapat dilakukan orangtua? Pastinya memberikan pendidikan dalam bentuk tauladan, menjadi contoh baik kepada anak-anaknya. Menurut UU No.02 tahun 1989 Bab IV Pasal 10 Ayat 4 : “ Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan”. Dengan berjalannya fungsi vital orangtua sebagai pilar pendidikan keluarga, maka akan memproduksi generasi-generasi Islami yang mampu menjaga bangsa Indonesia dalam nilai kebaikan yang tetap terintegrasi.
Konsep Ketahanan Nasional (Tannas) dikembangkan pada awal tahun1960- an dan secara lebih intensif dikembangkan seiring dengan upaya bangsa melaksanakan program pembangunan nasional sejak awal orde baru. Konsep Tannas ini merupakan rangkaian mengembangkan dan meningkatkan upaya bangsa Indonesia untuk menjamin kelangsungan hidup negara Kesatuan Republik Indonesia, menghadapi ancaman baik yang dilakukan oleh Belanda maupun ancaman-ancaman yang berwujud pemberontakan-pemberontakan serta gangguan ancaman lainnya. Ketahanan Nasional merupakan kondisi dinamis suatu bangsa berisi keuletan dan ketangguhan nasional di dalam menghadapi dan mengatasi segalatan tangan dan ancaman, hambatan serta gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan nasional (Martasuta, 2013).
Konsep inti dari ketahanan nasional yang menginginkan perdamaian dan kedamaian bangsa ini adalah kemampuan untuk menghalau hambatan, tantangan, dan gangguan yang datang dari luar maupun dalam negeri. Bak imunisasi yang diberikan kepada seorang balita, negeri ini juga perlu melakukan “imunisasi” dalam bentuk imunitas generasi dalam negeri yang berintegrasi. Keberadaan generasi internal yang kuat dengan keimanan yang kuat akan mengokohkan integrasi nasonal bangsa ini menuju bangsa dengan sistem kekuatan ketahanan nasional yang mumpuni. Dan ketahanan nasional sejatinya dimulai dari membentuk ketahanan keluarga, sebab keluarga adalah tiang ketahanan nasional, keluarga yang kuat akan membentuk tatanan masyarakat yang kuat pula, dan masyarakat yang kuat akan menghasilkan bangsa yang kuat.
Meningkatkan Peran Orangtua Membentuk Keluarga Islam Beriman
Penentu kualitas manusia dalam sebuah bangsa bertumpu pada dua faktor. Pertama faktor hereditas atau faktor keturunan. Sejatinya, kita anak bangsa yang hidup di era sekarang, merupakan manusia-manusia Indonesia berbahan baku kualitas nomor satu. Lahir dari rahim generasi 1945, cucu dari generasi 1928, dan cicit dari generasi 1912, luar biasa. Tapi mengapa karakter anak bangsa ini tidak sehebat moyangnya? Perilaku kekerasan, vandalisme, korupsi, dan berbagai perilaku tidak jujur lainnya telah menjadi sebuah kelatahan kolektif dari anak-anak kita. Untuk mendapatkan harta, pangkat, jabatan, dan kedudukan tak jarang ditempuh dengan cara-cara curang ala Machiavelli, bahkan jika perlu menggunakan ilmu permalingan dan berselingkuh dengan dunia klenik dan mistik. Tak ayal lagi, negeri ini tak lebih dari sebuah pentas kolosal yang menyuguhkan repertoar tragis, pilu, dan menyesakkan dada. Kedua, dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Pendidikanlah yang bisa membangun karakter bangsa Indonesia menuju bangsa maju, bermartabat dan beradab (Kholis, 2010).
Ada empat pola dasar dalam proses pembinaan akidah pada anak dalam keluarga, yaitu; pertama, senantiasa membacakan kalimat Tauhid pada anaknya. Kedua, menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasulnya. Ketiga, mengajarkan Al-Qur’an dan keempat menanamkan nilai-nilai pengorbanan dan perjuangan. Al-Qur’an membangunkan sebuah keluarga yang sakinah dan  kuat untuk membentuk suatu tatanan masyarakat yang memelihara aturan-aturan Allah dalam kehidupan. Aturan yang ditawarkan oleh Islam menjamin terbinanya keluarga bahagia, lantaran nilai kebenaran yang dikandunginya, serta keselarasannya yang ada dalam fitrah manusia.
Tidak dapat dipungkiri betapa pentingnya pendekatan agama Islam dalam rangka membangun manusia seutuhnya. Tidak dapat dibayangkan membangun manusia tanpa agama. Kenyataan membuktikan bahwa dalam masyarakat yang kurang mengindahkan agama (atau bahkan anti agama), perkembangan manusianya pincang. Hal ini berlaku di negara-negara berkembang maupun di negara maju. Ilmu pengetahuan tinggi, tapi akhlaknya rendah. Kebahagiaan hidup tidaklah mudah dicapainya. Agama menjadi penyeimbang, penyelaras dalam diri manusia sehingga dapat mencapai kemajuan lahiriah dan kebahagiaa rohaniyah (Daradjat, 1995).
Pendidikan dan Al-Qur’an memegang peranan penting dalam membentuk keluarga yang menjadi landasan pembentukan masyarakat yang bernilai tinggi dan terintegrasi dalam nilai kebaikan bangsa. Namun, yang menjadi penting dalam hal ini adalah keberadaan conveys agent atau agen penyampai Al-Qur’an kepada anak-anak agar mereka menjadi generasi yang baik dan beriman, yakni orang tua. Orang tua memiliki fungsi yang sangat penting di dalam pembentukan karakter anak yang islami,beriman, cinta tanah air dan menjaga stabilitas nasional.
Mengenai pengertian orang tua dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan Orang tua artinya ayah dan ibu.  Orang tua adalah dua individu yang berbeda memasuki hidup bersama dengan membawa pandangan, pendapat dan kebiasaan-kebiasaan sehari-hari.  Orang tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anakanak yang dilahirkannya (Astrida, 2012).
Setiap orang tua dalam menjalani kehidupan berumah tangga tentunya memiliki  tugas dan peran yang sangat penting, ada pun tugas dan peran orang tua terhadap anaknya dapat dikemukakan sebagai  berikut: (1). Melahirkan, (2). Mengasuh, (3). Membesarkan, (4). Mengarahkan  menuju  kepada kedewasaan serta menanamkan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku. Disamping itu juga harus mampu mengembangkan potensi yang ada pada diri anak, memberi teladan dan mampu mengembangkan pertumbuhan pribadi dengan penuh tanggung jawab dan penuh kasih sayang. Anak-anak yang tumbuh dengan berbagai bakat dan  kecenderungan masing-masing adalah karunia yang sangat berharga, yang digambarkan sebagai perhiasan dunia. Sebagaimana Firman Allah Swt dalam Al-Quran surat Al-Kahfi ayat 46.
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلا
Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amanah-amanah yang kekal lagi soleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan” (QS."Al-Kahfi: 46).
Salah satu tugas dan peran orang tua yang tidak dapat dipindahkan adalah mendidik anak--anaknya. Sebab orang tua memberi hidup anak, maka mereka mempunyai kewajiban yang teramat penting untuk mendidik anak mereka. Jadi, tugas sebagai orang tua tidak hanya sekadar menjadi perantara makhluk baru dengan kelahiran, tetapi juga memelihara dan mendidiknya, agar dapat melaksanakan pendidikan terhadap anak--anaknya, maka diperlukan adanya  beberapa pengetahuan tentang pendidikan.
Rasulullah dalam Hadist shahih Bukhari Muslim berwasiat, yakni:
tiada seorang anak pun yang lahir, kecuali ia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka, kedua orangtuanya lah yang menjadikan anak itu beragama yahudi, nasrani, atau majusi”
Pesan hadits yang disampaikan oleh Rasulullah 16 abad yang lalu jelas menyiratkan bahwa arah dan orientasi kehidupan seorang anak ada di tangan didikan orangtuanya. Anak akan menjadi manusia baik atau jahat tergantung dari didikan orangtua. Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam membentuk generasi islam yang mumpuni, cerdas dan berempati. Orangtua seyogyanya menjadi figur bagi anak-anak era ini yang semakin hilang nalar dan nurani menjadi generasi islami dan acapkali meninggalkan tradisi-tradisi islam yang damai dan menyejukkan.
Peran orang tua sangat dibutuhkan untuk menciptakan keluarga yang beriman. Tanggung jawab orangtua tidaklah hanya sebatas pada kewajian memberi kebutuhan jasmaniah anak-anaknya, lebih dari itu, orangtua yang menyadari kewajibannya sebagai orangtua harus memiliki kepekaan terhadap permasalahan moral anak-anaknya kelak. Beberapa kewajiban yang dibebankan kepada orangtua untuk menonjolkan perannya sebagai orangtua terdapat dalam beberapa nukilan Hadits dan Al-Qur’an berikut, yakni:
 “Sayangi-lah anak-anak-mu dan berilah mereka pendidikkan yang pantas. Tekunilah anak-anak-mu dan perbaikilah kesopanan mereka” (HR.Ibnu Majah).
Kemudian dalam suatu riwayat, Rasulullah pernah ditanyai oleh salah seorang sahabat Beliau, “Ya Rasulullah , apa hak anak-ku ini ? , Nabi Saw. menjawab , “ memberinya nama yang baik, mendidik adab yang baik (budi pekerti yang baik) , dan memberikan kedudukan yang baik (dalam hatimu) (HR. Aththusi ). “Bertaqwalah kepada Allah dan berlakulah adil terhadap anak-anak mu ” ( HR. Bukhari & Muslim).
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orangtua agar dapat membentuk keluarga islam beriman yang di dalamnya terdapat generasi bangsa yang memiliki tanggung jawab terhadap bangsa dan mempertahankan ketahanan nasional bangsa dalam keadaan yang kuat, antara lain sebagai berikut;
1. Menjadi Pembimbing dalam Kegiatan Bersosial dan Adab
Dalam kegiatan sosial, orang tua harus melatih anak-anak mereka agar mengerti akan kewajiban hidup bermasyarakat. Orang tua harus membiasakan anak-anaknya untuk saling menolong, menjenguk saudara dan familynya yang sakit, mengunjunginya untuk menjalin silaturahim, mencarikan teman sebaya yang membantunya dalam proses pergaulan positif, menghindari pergaulan yang mengarah ke arah radikalisme dan perbuatan yang melanggar susila, serta memberi palajaran hidup bersosial dengan siapa saja agar membiasakan ia bergaul dengan semua orang namun tetap pada keteguhan iman islamnya.
2. menjadi panutan dalam Adab dan Sopan Santun
  Terkait dengan adab dan sopan santun, maka orangtua harus menjadi figur bagi anak-anaknya. Membentuk keluarga yangberiman mestilah dimulai dari kekokohan iman kedua orang Tanya. Orangtua harus menegakkan peraturan islam di dalam dan di luar rumah, peraturan yang mengikat diri anak-anaknya, namun tetap pada kualitas pergaulan yang luas kepada semua orang. Dengan membiasakan adab dan sopan santun kepada anak-anak, maka akan tumbuh bibit-bibit penggerak masyarakat bangsa yang akan menjaga ketahanan nasional berada pada posisi yang kuat.
3. Sebagai Pembina Pribadi Muslim dan Pembentuk Kebiasaan Positif
Orang tua adalah pembina pribadi pertama dan utama dalam kehidupan anak. Kepribadian orang tua, sikap, dan cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung yang secara sendirinya akan merasuki kebiasaan hidup mereka. Sebagai orang tua yang luar biasa adalah orang tua yang mampu menjadi contoh bagi anak-anaknya. Orang tua harus menjadi contoh kepribadian muslim bagi anak-anaknya, harus manjadi contoh dan figur pergaulan tanpa pandang bulu bagi anak-anaknya. Orangtua harus memaksimalkan fungsi dan perannya sebagai ujung tombak keluarga dalam pembentukan karakter muslim yang positif dengan membiasakan think as a moslem for the entire human race.
Konklusi: Keluarga Beriman, Untuk Indonesia Aman
Keluarga menjadi pilar peting dalam menciptakan tatanan sebuah bangsa yang aman, damai, tenteram, dan memiliki integritas yang tinggi dalam bidng kemanusiaan karena dari keluarga idaman akan terbentuk tatanan masyarakat idaman, kemudian dari kumpulan masyarakat idaman akan terbentuk sebuah tatanan bangsa yang aman pula. Sebuah bangsa yang aman akan menciptakan sistem pertahanan dan ketahanan negara yang baik dan kokoh. Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan menghadapi segala bentuk ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan,baik dari dalam maupun luar negeri, baik langsung maupun tidak langsung, yang membahayakan identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam mencapai tujuan nasional. Ketahanan nasional harus dimulai dari membangun ketahanan diri sendiri, keluarga, dan lingkungan, apakah itu lingkungan tempat tinggal, lingkungan masyarakat, lingkungan pendidikan, lingkungan kerja, dan berlanjut di lingkungan wilayah yang pada akhirnya akan bermuara pada satu titik, yakni ketahanan nasional (Kodim 0731, 2012).
Setiap anggota keluarga harus senantiasa berusaha dekat kepada Allah dengan cara melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, sebab dengan kedekatan kepada Allah akan terwujud nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan yang dapat mempermudah penyelesaian urusan/permasalahan dalam rumah tangga serta mendatangkan rahmat dan berkah dari Allah Swt. Rumah tangga yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt, maka akan menjadi keluarga yang dipermudah oleh Allah segala urusannya. Jikalau niat orang tua dalam membina keluarga adalah untuk menghasilkan generasi yang kokoh iman dan taqwanya guna menjadi generasi yang memiliki konsistensi tinggi dalam menjaga kesatuan dan persatuan bangsa menuju bangsa dengan sistem ketahanan nasional yang kokoh, maka Allah akan menjadikan keluarga itu sebagai keluarga yang dipermudah urusannya untuk mewujudkan keinginan tersebut.
Keluarga dalam lingkungan yang lebih besar tidak hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak (nuclear family) akan tetapi menyangkut hubungan persaudaraan yang lebih besar lagi (extended family), baik hubungan antara anggota keluarga maupun hubungan dengan lingkungan masyarakat. Keberhasilan orang tua membentuk keluarga beriman akan menjadi cermin kepada anak-anak apabila mereka juga membina sebuah keluarga suatu masa kelak. Oleh kerana itu, orang tua seharusnya menjadi contoh teladan yang baik sepanjang masa kepada kehidupan anak-anak. Perkara ini penting karena ia akan mempengaruhi kelangsungan hidup generasi seterusnya secara turun temurun, karena kemerosotan akhlak pada hari ini sudah pasti akan menyumbang kepada kerusakan akhlak pada masa akan datang.  Jika figur keteladanan menghilang, akibatnya anak-anak pula yang menjadi korban kelalaian tersebut, dan dampak berkepanjangannya adalah terbentuknya tatanan masyarakat yang rapuh dan lemah fondasi ketahanan nasionalnya. Indonesia yang aman adalah sebuah impian. Keluarga islam yang beriman yang dibentuk berdasarkan nilai-nlai islam yang damai oleh orang tua akan memproduksi lahirnya generasi-generasi bangsa islami yang mampu menjaga kondisi bangsa Indonesia tetap pada landasan falsafah yang menjaga integrasi bangsa dan menjaga Indonesia tetap dalam kondisi yang aman.
Daftar Referensi
Al-Qur’an dan Al-Hadits, The Way of Life of The Moslem
Astrida. 2012. Peran dan Fungsi Orang Tua Dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak. Banyuasin: SMP Sandika
Daradjat, Zakiyah. 1995. Ketenangan dan Kebahagiaan Dalam Keluarga. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kholis, Nur. 2010. Keluarga Sebagai Pilar Pendidikan Karakter. Semarang: Universitas Ahmad Dahlan
Martasuta, Umar Djani. 2012. Ketahanan Nasional. Bandung: UPI Bandung.
UU No.02 Tahun 1989 Tentang sistem Pendidikan Nasional
Kodim-0731.blogspot.com/2012/02/membangun-karakter-untuk-masa-depan-dan.html?m=1


*) Penulis adalah Guru SMA Swasta Tunas Baru Babalan, Kab. Langkat, Sumatera Utara

 SEMINAR DAN SOSIALISASI BUDAYA POSITIF DI SMAN 1 TAMIANG HULU oleh: Muhammad Akbar Sekolah merupakan ruang untuk mempertemukan berbagai jen...